Tahun lalu OJK telah menerbitkan aturan mengenai permodalan bank perkreditan rakyat (BPR). Kini OJK pun sedang menyiapkan aturan serupa bagi BPRS.
Ketentuan permodalan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) telah termuat di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009. Peraturan tersebut mensyaratkan BPRS Jabotabek memiliki modal disetor minimal Rp 2 miliar, BPRS ibukota provinsi minimal Rp 1 miliar dan BPRS Kota Kabupaten minimal Rp 500 juta.
Namun, Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dhani Gunawan Idat, menilai ketentuan tersebut sudah tak sesuai dengan kondisi saat ini. “Peraturan lama hanya menentukan modal yang sangat kecil, yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, misalnya untuk ibukota provinsi cukup Rp 1 miliar, ibukota kabupaten Rp 500 juta itu sama sekali sudah tidak cukup lagi dengan kondisi sekarang yang terus berkembang. Jadi modal minimum harus disesuaikan lagi dengan kondisi yang berkembang,” jelas Dhani kepada mysharing, beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan saat ini revisi mengenai ketentuan permodalan BPRS sedang dalam proses. Nantinya permodalan BPRS akan disesuaikan dengan zona wilayah. Dhani mengemukakan BPRS di setiap wilayah di Indonesia memiliki kebutuhan modal yang berbeda-beda. “Daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa berbeda-beda kebutuhan modalnya. Pulau Jawa lebih tinggi kebutuhan modalnya dibanding zona di luar Pulau Jawa, jadi (ketentuan baru) lebih akurat dan tidak pukul rata sesuai dengan perkembangan di daerah masing-masing,” jelas Dhani. Baca: BPRS Harus Inovatif dan Kreatif
Penguatan permodalan BPRS yang akan disetarakan dengan BPR termasuk dalam salah satu program kerja yang termuat di Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019. Demi memperkuat daya saing di wilayah operasinya, besaran modal minimum BPRS akan disesuaikan dengan potensi dan skala kegiatan ekonomi maupun tingkat persaingan dan penetrasi perbankan per zona wilayah operasional.
Kebijakan permodalan BPRS untuk mencapai skala ekonomi yang memadai sejalan dengan BPR ini ditargetkan maksimal kelar pada 2016. Namun, OJK mengupayakan aturan baru tersebut dapat selesai tahun ini. “Itu (ketentuan BPRS) tahun ini, tapi yang jelas bukan di semester 1,” cetus Dhani. Baca: Kembangkan Usaha dengan Bantuan BPRS
Pada tahun lalu OJK menerbitkan peraturan permodalan BPR sesuai zona wilayah, yaitu Zona 1 (DKI Jakarta) Rp 14 miliar, Zona 2 (provinsi di pulau Jawa dan Bali, dan Kabupaten atau Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) Rp 8 miliar, Zona 3 (ibukota provinsi di luar Jawa dan Bali) Rp 6 miliar, serta Zona 4 (wilayah lain, seperti Papua) sebesar Rp 4 miliar. Di tahun ini OJK telah menerima pengajuan pendirian BPRS sebanyak 11 unit, dimana sebagian besar berlokasi di Sumatera dan Jawa di luar Jakarta.