Lembaga keuangan syariah dituntut untuk memiliki interkoneksi demi membangun industri keuangan syariah yang kuat.
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki lembaga keuangan mikro syariah terbanyak. Namun, menurut Direktur Industri Keuangan Non Bank Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch Muchlasin, terkadang LKMS tumbuh dan berkembang di di lingkungan masing-masing dan punya corak yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sinergi lembaga tersebut dengan lembaga keuangan syariah lainnya terus didorong.
“Jadi interkoneksi itu bagaimana kemudian perekonomian yang mainstream, asuransi, dan bank bisa menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan mikro syariah dalam bentuk yang bagus, tanpa menghilangkan peran satu sama lain,” papar Muchlasin. Baca: Ingin Lindungi Usaha Kecil Anda? Jangan Ragu Ikut Asuransi Mikro Syariah Si Abang!
Akademisi UIN Syarif Hidayatullah Euis Amalia, mengatakan dalam mendukung lembaga keuangan mikro syariah yang kuat, maka perlu ada kerja sama dan bagi-bagi tugas antara Kementerian Koperasi dan UKM dan OJK. Selain itu, ia pun mendorong adanya pemberian margin spesial bagi lembaga keuangan mikro syariah. Baca: Ini 3 Hal Penyebab Biaya Dana Tinggi di BMT!
“Sinergi lembaga keuangan harusnya ada linkage program dengan special margin, diskon khusus untuk mikro. Jadi harusnya ada kebijakan bahwa untuk pembiayaan mikro, margin harusnya misalnya tidak boleh lebih dari 6 persen. Jadi ada special treatment, harus ada perlakuan khusus dengan spesial margin untuk pembiayaan kepada mikro,” jelas Euis.
Lembaga keuangan mikro syariah biasanya mengenakan margin lebih besar dari bank karena sumber dananya dari bank, sehingga mau tak mau pengelola lembaga keuangan mikro syariah harus menyesuaikan marginnya. “Besarnya margin ini butuh perhatian lebih,” pungkas Euis.