Asosiasi BankSyariah Indonesia (Asbisindo) tengah menggodok model bisnis baru bagi industri Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Model bisnis ini diharapkan dapat menekan angka pembiayaan ( non performing loan/NPF).
Ketua Kompartemen BPRS Asbisindo, Cahyo Kartiko, mengatakan, kualitas pembiayaan yang disalurkan BPRS juga mengalami pemburukan sebagai imbas gejolak ekonomi. Salah satu dampaknya adalah NPF industri BPRS masih meningkat. Namun demikian, kata dia, industri BPRS masih bisa bertumbuh dengan aset lebih dari Rp 6,5 miliar.
“Perlambatan ekonomi sangat berpengaruh pada BPRS. Beberapa BPRS besar membiayaan komoditas, seperti kelapa sawit dan kokoa, itu yang memburuk dan berpengaruh secara industri,” kata Cahyo kepada MySharing, ditemui di sela-sela Sharia Awards 2015, di Jakarta, pekan lalu.
Data statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Agustus 2015, angka pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) BPRS cukup jauh di atas ambang batas maksimum yang ditetapkan, yakni mencapai 9,74 persen. Angka ini meningkat 91 basis poin secara tahunan dari 8,83 persen per Agustus 2014.
Cahyo menuturkan, untuk menurunkan angka NPF, BPRS memerlukan perbaikan dari segi kualitas pembiayaan, antara lain dari pemilihan segmen penyaluran pembiayaan dan proses seleksi calon debitur.
”Saat ini, Asbisindo sedang menggodok model bisnis yang tepat untuk industri BPRS. Sehingga rekan-rekan bisa terarah bisnisnya. Jadi kompetensi BPRS itu jelas, tidak asal menyalurkan pembiayaan,” kata Cahyo.
Dengan adanya model bisnis tersebut, lanjut dia, industri BPRS akan diarahkan untuk membiayai segmen yang dikuasi oleh sumber daya manusia (SDM). Selain itu, industri BPRS juga diarahkan untuk mendiversifikasi pembiayaan sehingga risikonya menyebar. Dengan model bisnis banyak pilihan seperti modal PNS, modal kerja, musyarakah mudharabah, dan murabaha di sektor pertanian dan perdagangan.
Diharapkan model bisnis industri BPRS ini dapat menekan angka NPF. ”Angka NPF BPRS tinggi, itu akibat beberapa BPRS yang size-nya besar berimbas dampak perlambatan ekonomi global dan domestik,” ujarnya.
Adapun penyaluran pembiayaan industri BPRS menurut SPI OJK, per Agustus 2015 tercatat senilai Rp 5,61 triliun atau tumbuh 15,90 persen secara tahunan dari Rp4,84 triliun dan pertumbuhan aset tercatat sebesar 16,61 persen dari Rp6,08 triliun menjadi Rp7,09 triliun. Saat ini jumlah BPRS yang ada di wilayah Tanah Air tercatat sebanyak 162 bank dengan total jumlah kantor sebanyak 452 unit.