Imbal hasil sukuk ritel berada di atas rata-rata bunga deposito.
Pada penawaran sukuk ritel SR-008 yang berlangsung tahun ini, pemerintah memberikan imbal hasil sebesar 8,3 persen. Nilai kupon tersebut berada di atas tingkat suku bunga deposito perbankan yang berada di kisaran 7-8 persen. Lebih tingginya imbal hasil sukuk ritel kemudian menimbulkan kekuatiran adanya perpindahan dana nasabah dari bank ke sukuk ritel.
Direktur Jenderal Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyadari pada akhir tahun lalu ada pengetatan likuiditas di perbankan. Namun, dari Januari-Februari sudah ada beberapa pelunasan surat berharga negara berjangka pendek dan pemerintah juga mulai mengakselerasi gabungan antara pengeluaran dan pendanaan.
“Pemerintah juga sudah mentransfer dana Rp 1 triliun ke daerah jadi harapannya itu bisa masuk ke perbankan. Kami merasa harusnya Januari-Februari likuiditas perbankan tidak seketat tahun lalu, jadi sukuk ritel mudah-mudahan tidak terlalu bersaing dengan perbankan,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Subdirektorat Pengembangan Pasar SBSN Kementerian Keuangan Dwi Irianti Hadiningdyah menuturkan, melalui penawaran sukuk ritel dalam beberapa tahun terakhir telah mampu mendatangkan nasabah baru ke perbankan. “Investor sukuk ritel 30 persen berasal dari nasabah lama, sisanya nasabah baru dan itu akhirnya bisa masuk menjadi nasabah bank syariah,” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Bambang PS Brodjonegoro mengharapkan pada penerbitan sukuk ritel tahun depan pemerintah bisa menawarkan imbal hasil lebih rendah sebagai bentuk dukungan terhadap penurunan tingkat suku bunga BI. Pada pertengahan Februari 2016 BI memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 7 persen.