Meskipun spin off adalah amanah regulasi yang tertuang dalam Undang-undang. Tapi, jika pertumbuhan ekonomi tidak mendukung akan berisiko bagi bank syariah.
Kepala Unit Usaha Syariah PT Bank International Indonesia Tbk, Herwin Bustaman menuturkan, selain tantangan yang bersifat eksternal dan internal, perbankan syariah juga harus menghadapi tantangan regulasi. Pasalnya, kata dia, sebelum tahun 2023, perbankan syariah diharuskan memisahkan diri (spin-off) dari induk usahanya. “Spin-off adalah amanah regulasi, yang tertuang dalam UU No 21 tahun 2008,” kata Herwin kepada MySharing, di sela-sela Sharia Awards 2015 di Hotel Shangrila, Jakarta, Jumat (16/10).
Dalam UU itu, kata dia, menyebutkan perbankan syariah adalah kewajiban bagi bank umum konvensional (BUK) untuk melakukan spin off atas UUS yang dimilikinya dan dikorvensi menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
Namun demikian, regulasi ini menurut Herwin, bisa berisiko bagi bank syariah jika pertumbuhan ekonomi tidak mendukung. Sehingga, dia menyarankan agar konsep dual banking ini masih diterapkan. ”Kalau pun tidak ada konsep dual banking, paling tidak semua infrastuktur bank syariah di-leveranging dari bank konvensional. Ini lebih efisien,” ujarnya.
Lebih lanjut Herwin menegaskan, bahwa BII Syariah tidak akan langsung spin off karena biayanya terlalu mahal bagi bank kecil untuk bersaing dengan bank-bank besar. Yang lebih baik dilakukan oleh BII Syariah saat ini, kata dia, adalah berkonsentrasi menata sistem, mengembangkan teknologi perbakan syariah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Sehingga ke depan, lanjut dia, BII Syariah siap untuk take off yang lebih besar lagi. “Kalau sekarang aset kita masih kecil. Kita harapkan kalau asetnya sudah lebih dari Rp 20-30 triliun baru spin off,” pungkasnya.