Kapasitas reasuransi syariah di Indonesia yang masih terbatas membuat aliran premi ke luar negeri cukup besar.
Isu terbatasnya kapasitas reasuransi syariah di Indonesia turut menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam Roadmap Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah 2015-2019 yang baru saja diluncurkan pertengahan November 2015, salah satu agenda prioritas adalah membuat regulasi yang mendukung pembentukan mega reasuransi syariah.
Direktur IKNB Syariah OJK Moch Muchlasin, mengakui pihaknya menginginkan adanya reasuransi syariah mega suatu saat nanti. “Kami sedang mencoba merintis bagaimana kalau ada mega retakaful. Sekarang kan unit syariah semua dan kapasitasnya terbatas jadi kami ingin setidaknya ada satu reasuransi syariah (yang besar),” cetusnya. Baca: Asuransi Syariah atau Konvensional?
Saat ditanya apakah mendorong pendirian reasuransi syariah baru atau spin off reasuransi syariah eksisting, Muchlasin menjawab seluruhnya tergantung pada kebutuhan di lapangan. “Tujuan akhirnya kami ingin ada reasuransi syariah, siapa tahu bisa punya asuransi syariah BUMN seperti yang dicita-citakan bank syariah juga untuk punya bank syariah BUMN,” ujarnya.
Muchlasin menegaskan pihaknya pun akan fokus pada pengaturan dan kajian yang mendukung kehadiran reasuransi syariah mega di Indonesia. “Regulasinya mungkin 2016-2017 karena kami perlu waktu juga, tapi intinya ya ingin seperti itu (adanya reasuransi syariah mega),” jelasnya. Baca: Indonesia Perlu Perbesar Kapasitas Reasuransi
Pada September 2015, industri reasuransi syariah mencatat klaim dan manfaat bruto Rp 155 miliar. Sementara, kontribusi bruto sebesar Rp 198 miliar dan aset Rp 1 triliun. Total investasi reasuransi syariah tercatat sebesar Rp 910 miliar, dengan portofolio investasi mayoritas ditempatkan di deposito sebesar Rp 804 miliar. Sisanya ditempatkan di sukuk negara, sukuk korporasi, dan reksa dana syariah.