Proyek infrastruktur yang berbiaya besar pada umumnya membutuhkan banyak dana di masa awal proyek dan memiliki jangka waktu operasional yang sangat lama. Oleh karena itu, membutuhkan pula sumber pendanaan berjangka panjang.

Menurutnya, memberikan kepastian pada sebuah proyek merupakan kunci utama karena biasanya sebagian besar proyek infrastruktur dapat berjalan karena menyediakan kesepakatan jangka panjang yang stabil dan arus kas yang mudah dihitung. Proyek infrastruktur yang layak pun bisa menjadi tak terlihat menarik jika investor tidak yakin mengenai jangka waktu proyek. “Hal ini biasanya disebabkan karena beragam isu legal, teknis dan politik, yang kemudian berdampak pula kepada skala dan tenor pembiayaan proyek,” tukas Muliaman. Baca: 2017, BNI Syariah akan Luncurkan Sukuk Lanjutan
Ia tak menampik jika pemerintah pun menghadapi isu yang sama di pasar. Muliaman menyontohkan pemerintah Malaysia yang menjadi satu-satunya negara yang menerbitkan sukuk bertenor 30 tahun. Data pasar menunjukkan sebagian besar penerbitan sukuk bertenor di bawah 10 tahun. “Isu ini perlu diperbaiki. Pricing dan sumber dana yang tidak sesuai (mismatch), yang menimbulkan ketidakpastian, memerlukan pengukuran kondisi pasar,” ujarnya.
Muliaman menambahkan peran underwriter/arranger pun penting sebagai katalis utama untuk menjembatani kesenjangan persepsi yang ada. “Menciptakan lebih banyak likuiditas sangat penting untuk memastikan pricing yang lebih baik dari proyek-proyek infrastruktur,” katanya. Baca: Berdayakan Aset Wakaf untuk Penerbitan Sukuk
Dalam satu tahun terakhir kondisi pasar turut memengaruhi performa instrumen syariah berpendapatan tetap. Berdasar data Bloomberg, penerbitan sukuk negara dan korporasi menurun menjadi 29,1 miliar dolar, dari 40,7 miliar dolar di tahun sebelumnya.

