Aset wakaf di Indonesia mencapai miliaran hektar. Muncul usulan agar aset wakaf dapat menjadi underlying aset bagi penerbitan sukuk.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Dadang Muljawan, menuturkan biasanya wakaf dimanfaatkan untuk masjid atau kuburan yang hanya berdampak kecil bagi perekonomian. Padahal, aset wakaf bisa dimanfaatkan lebih luas.
Menurutnya, dari sudut pandang makroekonomi, sektor sosial Islam dapat menjadi sarana yang sesuai dalam membantu upaya pemerintah mengentaskan kemiskinan. “Aset wakaf bermanfaat untuk proyek infrastruktur, memiliki biaya dana rendah dan sebagai basis underlying surat berharga syariah,” kata Dadang dalam OJK International Conference on Islamic Finance 2015 bertema “Infrastructure Financing: The Unleashed Potential of Islamic Finance”, pekan lalu. Baca: ICMI Diskusikan Pendirian Bank Wakaf dengan OJK
Dadang mengutarakan jika ingin sukses mengembangkan sektor riil, maka industri harus lebih inovatif dengan menciptakan banyak produk yang tidak hanya sesuai syariah sebagai syarat utama, namun juga sesuai dengan regulasi dan kebijakan arus utama. Dalam hal ini, ia pun mengusulkan penerbitan sukuk dengan underlying aset wakaf, sehingga mengubah fungsi wakaf menjadi lebih produktif.
Ia menambahkan aset wakaf yang terhubung dengan sukuk ini dapat menjadi salah satu upaya pendalaman pasar keuangan syariah. Dengan tidak adanya biaya akuisisi pun memungkinkan pricing sukuk berkurang. Di sisi lain, melalui instrumen tersebut juga akan terwujud pembiayaan syariah lintas sektor yang meliputi sektor keuangan, sektor riil dan sektor sosial dalam sistem ekonomi syariah. Baca: Pengelolaan Bank Wakaf Harus Penuhi Syarat Ini!
Dalam implementasinya, jelas Dadang, Kementerian Keuangan dan Badan Wakaf Indonesia dapat mengidentifikasi proyek infrastruktur yang dapat dilakukan dengan menggunakan aset wakaf yang sesuai. Selain Kemenkeu, lanjutnya, kementerian lainnya pun dapat melakukan hal serupa. “Kemenkeu kemudian mendaftarkan aset tersebut ke dalam daftar program yang dibiayai oleh anggaran negara. Proyek yang terdaftar itu kemudian dijadwalkan untuk penerbitan sukuk negara,” ujarnya.
Sementara, dari sisi investornya bisa berupa bank komersial, bank sentral, industri keuangan non bank (IKNB) dan investor ritel. Bank syariah dan IKNB pun bisa menggunakan sukuk sebagai instrumen pengelolaan likuiditas di pasar uang antarbank syariah atau dengan lembaga keuangan lainnya. “Bagi bank, sukuk ini bisa menjadi instrumen likuid, terutama ketika bank sentral menyediakan fasilitas repo dan perbankan bisa memperdagangkannya diantara mereka melalui transaksi repo syariah,” papar Dadang.