Untuk membiayai infrastruktur, lembaga keuangan syariah harus menghadapi terbatasnya kapasitas permodalan. Namun, ada beberapa instrumen keuangan syariah yang dapat menjadi alternatif membiayai proyek infrastruktur.
Chief Executive Officer Maybank Islamic Muzaffar Hisham, mengakui pembiayaan proyek infrastruktur yang berjangka panjang menjadi kurang menarik bagi lembaga keuangan syariah ketika Basel III diterapkan. Pasalnya sesuai ketentuan Basel III, lembaga keuangan syariah harus meningkatkan bantalan permodalan dan menyesuaikan jangka waktu pendanaan dengan pembiayaan.
Kendati demikian, peluang lembaga keuangan syariah untuk membiayai infrastruktur tetap terbuka. Muzaffar pun mengemukakan empat usulan instrumen keuangan syariah agar lembaga keuangan syariah dapat tetap membiayai proyek infrastruktur. Pertama, melalui penerbitan sukuk. “Sukuk bertenor jangka panjang memiliki waktu yang cukup untuk membentuk cashflow bagi proyek infrastruktur yang konstruksinya juga berjangka panjang,” ujar Muzaffar.
Pembiayaan infrastruktur yang membutuhkan dana besar juga membuat pembiayaan tradisional oleh lembaga keuangan syariah menjadi terbatas. Oleh karena itu, sukuk dapat menjadi alternatif sumber pendanaan bagi proyek infrastruktur. Struktur umum yang digunakan untuk pembiayaan infrastruktur via sukuk adalah sukuk berakad wakalah, murabahah, ijarah dan musyarakah. Baca: Mengenal Sukuk Ramah Lingkungan
Selain sukuk, lanjut Muzaffar, instrumen lainnya yang bisa menjadi alternatif adalah dengan menyediakan reksa dana syariah nasional. Caranya dengan mengevaluasi dan memilih portofolio saham di perusahaan BUMN dengan pertumbuhan yang bagus. “Reksa dana syariah nasional pada dasarnya bertindak sebagai gudang, dimana kepemilikan saham di perusahaan milik negara ini ditempatkan di reksa dana syariah nasional dan kemudian dijual ke investor dalam bentuk unit-unit lebih kecil,” jelasnya.
Alternatif lainnya adalah melalui Restricted Profit Sharing Investment Account yang berakad bagi hasil mudharabah, dimana investor berlaku sebagai penyedia dana dan lembaga keuangan syariah sebagai pengelola dana. Pada struktur ini, lembaga keuangan syariah menempatkan dana di aset tertentu dan menerima pembayaran keuntungan secara periodik dari aset, yang kemudian akan membayar pula ke investor sesuai interval atau tenor investasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada saat jatuh tempo, lembaga keuangan syariah menghitung keuntungan bagian investor berdasar pada rasio bagi hasil yang disepakati. Selain pembayaran bagi hasil, lembaga keuangan syariah juga akan mengembalikan modal awal kepada investor saat jatuh tempo. “Dengan instrumen ini, lembaga keuangan syariah pun dapat memisahkan permodalannya dari aset Restricted Profit Sharing Investment Account dan merelokasi permodalannya untuk menumbuhkan aset lainnya, selain memperoleh pendapatan upah,” ujar Muzaffar.
Sementara, alternatif instrumen lainnya untuk proyek infrastruktur adalah komoditi murabahah. Instrumen ini dapat digunakan untuk pembiayaan dan pengelolaan likuiditas karena memiliki kepastian pemberian return yang telah ditetapkan sebelumnya dari penjualan dan pembelian underlying aset. “Komoditi murabahah bisa menjadi alat pengelolaan likuiditas yang efektif karena bank bisa mentransaksikannya dengan bank sentral ketika menghadapi masalah likuiditas jangka pendek,” pungkas Muzaffar. Baca: Ini Lima Akad Dalam Perdagangan Komoditi Syariah!