Sumber: Bappebti

Ini Lima Akad Dalam Perdagangan Komoditi Syariah

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan fatwa No 82 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi. Sejumlah langkah transaksi perdagangan pun telah dipersiapkan untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai prinsip syariah.

Sumber: Bappebti
Sumber: Bappebti

Wakil Sekretaris DSN MUI, Hasanudin, mengatakan dalam transaksi perdagangan komoditi syariah hingga penjualan kembali setidaknya terdapat lima akad syariah yang terdapat dalam proses tersebut. Di tahap pertama penjualan barang antara bank dengan peserta pedagang komoditi di bursa dilakukan secara jual beli tunai atau bisa juga dengan ba’i al musawamah (perdagangan dengan konsep tawar menawar untuk mendapat harga yang wajar).

Bank syariah lalu menjual komoditi tersebut dengan menggunakan akad murabahah (transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli) kepada konsumen komoditi. Di masa itu perdagangan komoditi syariah dapat berhenti dengan melakukan serah fisik jika konsumen tidak akan lagi menjual komoditi yang dimilikinya ke bursa. Namun jika konsumen ingin menjualnya terdapat cash settlement (penyelesaian secara tunai). Baca: Murabahah Hijrah (Keuangan Syariah Indonesia)

Karena konsumen komoditi memerlukan uang, maka komoditi yang dimilikinya akan dijual kembali kepada peserta pedagang komoditi dengan jual beli tunai melalui Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Di sini posisi BBJ adalah sebagai wakil dari peserta pedagang komoditi, dengan demikian terdapat akad wakalah. Pada akad wakalah ini tidak ditentukan apakah wakil harus memperoleh imbalan atau tidak. Hal itu ditentukan sesuai kesepakatan antara BBJ dan pedagang komoditi apakah akan ada imbalan atau tidak.

“Kemungkinan kalaupun ada ujrah bukan ujrah sebagai wakalah untuk membeli karena kalau di fatwa, bursa menetapkan syarat-syarat bagi peserta, bagi pembeli syaratnya apa saja, apa dia harus bayar atau tidak itu tidak dalam fatwa tapi peraturan tata tertib,” kata Hasanudin. Baca Juga: Belajar Investasi di Sekolah Pasar Modal Syariah, Yuk!

Pada saat penjualan kembali itulah terdapat akad muqayadhah yang merupakan jual beli secara barter barang dengan barang. Hasanudin menjelaskan pada saat pembelian pertama peserta pedagang komoditi ditetapkan sebanyak minimal tiga penjual. Pada saat penjualan kembali konsumen komoditi harus menjualnya kepada tiga penjual sebelumnya. Namun poin yang membuatnya berbeda adalah barang milik A harus dijual ke B atau C, begitu pula barang milik B harus dijual ke pihak lainnya, jadi akan terjadi barter barang. Hal itu dilakukan untuk menghindari terjadinya transaksi ba’i al inah yang saat ini masih dilarang oleh DSN MUI.

Untuk memastikan transaksi selesai dalam satu hari, maka seluruh proses dilakukan secara elektronik. Hasanudin pun memastikan pada dasarnya tidak akan ada perubahan harga dalam satu hari. “Harganya ya satu harga dalam satu hari, jadi beda dengan bursa efek. Makanya dari awal transaksi yang dilakukan perbankan ini nanti dengan cash setelmen, kalau setelmen 15 menit selesai, sampai barter dengan muqayadah lagi itu sekitar 20 menit juga sudah selesai,” papar Hasanudin. Seluruh proses transaksi pun akan diawasi agar tetap sesuai prinsip syariah oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), DSN dan petugas bursa terkait.