Ketua Umum AASI, Ahmad Sya'roni (keempat dari kiri). foto::MySharing.

Asuransi Syariah Berharap Manfaat Wakaf

Manfaat komponen produk wakaf harus benar-benar maksimal bagi kemaslahatan umat.

Potensi ekonomi dari konsep berbagi dalam Islam sangat besar manfaatnya. Salah satunya dalam wakaf, banyak manfaat yang bisa didapat dari banyak obyek dan aset yang bisa diwakafkan untuk kemaslahatan umat.

Sejak Oktober 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 106/DSN-MUI/X/2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi.

Dengan demikian, perusahaan-perusahaan asuransi syariah dapat mengeluarkan produk yang didalamnya terdapat akad wakaf. Dalam peraturan tersebut, besarnya potensi dapat menjadi celah bagi asuransi syariah juga menarik wakaf masyarakat melalui gabungan produk asuransi.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Ahmad Sya’roni mengatakan, Fatwa MUI Nomor 106 Tahun 2016, secara langsung telah menempatkan pelaku asuransi syariah sebagai mitra untuk melakukan sosialisasi dan literasi kepada khayalak luas.

Dengan literasi tersebut, Sya’roni berharap masyarakat dapat lebih sadar, asuransi bisa diwakafkan sehingga membeli produknya untuk berinvestasi sekaligus berwakaf.

Menurut dirinya, penekanannya memang untuk perusahaan asuransi sebagai fasilitator terkait sinergi dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI). ”Jadi, porsinya sekarang yang sudah difatwakan adalah bagaimana meng-collect dana masyarakat lewat produk berasuransi sekaligus juga berwakaf di badan wakaf,” ungkap Sya’roni dalam Rapat Kerja Pengurus AASI 2017-2020 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sya’roni menyebutkan, setidaknya ada 17 badan wakaf yang bisa bersinergi dengan asosiasi terkait peningkatan kesadaran masyarakat untuk berwakaf. Pihaknya akan segera melakukan kerjasama untuk mendistribusikan produk mereka melalui badan-badan wakaf tersebut.

Mengenai produknya, kata dia, memang belum semua anggota AASI telah memiliki jenis asuransi berwakaf. ”Sejauh ini, baru Sun Life Syariah yang telah mendeklarasikan diri memiliki produk tersebut,” kata Sya’roni.

 Tiga Komponen Penting

Sekjen AASI Srikandi Utami mengingatkan, dalam Fatwa MUI tentang wakaf asuransi tersebut, baru asuransi jiwa yang bisa memberikan manfaat wakaf.

”Ada tiga komponen penting yang tidak boleh luput dalam pengelolaan wakaf asuransi ini harus menjadi perhatian bagi pelaku asuransi syariah yang hendak membuat produk wakaf asuransi ini,” kata Srikandi.

Pertama, yaitu manfaat asuransi yang bisa diwakafkan maksimum 45 persen, Kemudian, manfaat investasi yang bisa diwakafkan sepertiga dari kekayaan, dan ketiga adalah produk-produk baru terkait wakaf itu sendiri.

Lebih lanjut ia menjelaskan, produk wakaf ditentukan untuk membentuk produk wakaf, untuk mengakomodasi pon satu dan dua, produknya pertama biaya tahun pertama tidak boleh lebih dari 45 persen, biaya tahun kedua dan seterusnya tidak boleh lebih atau sama dengan 50 persen. ”Jadi, memang komponennya adalah produk wakaf ini manfaatnya benar-benar bisa maksimal,” pungkasnya.

Wakaf Investasi Bagi Umat Islam

Wakaf berasal dari bahasa Arab ’waqf’, yang artinya menahan, berhenti, atau diam. Secara istilah berarti harta benda yang nilai pokoknya ditahan dan manfaatnya digunakan untuk kepentingan umum yang sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Selama harta wakaf ini masih ada dan memberikan manfaat untuk kepentingan umum. Maka, selama itu pula pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang berwakaf telah tiada. Ini  investasi besar bagi umat Muslim buat bekal kelak di akhirat.

Adapun, dijelaskan,  Wakaf Wasiat Polis Asuransi Jiwa Syariah adalah wakaf berupa polis asuransi syariah yang mana nilai investasinya dan atau manfaat asuransinya diwakafkan oleh tertanggung utama. Hanya saja, dengan sepengetahuan ahli waris.

Terkait termaslahat atau ahli waris yang tercatat di polis sejatinya tetaplah orang yang memiliki insurable interest (hubungan asuransi) dengan tertanggung, misalnya istri/suami, anak/orangua, atau saudara kandung.

Tentu, semua itu atas persetujuan semua ahli waris, uang pertanggungan polis itu kemudian diserahkan ke lembaga sosial yang ditunjuk. Persetujuan ini dilegalkan dalam surat perjanjian yang ditandatangani semua ahli waris di hadapan notaris.

Berdasarkan buku Fikiq Wakaf terbitan Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2006, tercatat jenis-jenis aset yang dapat diwakafkan bisa berupa benda bergerak dan tidak bergerak, seperti hak atas tanah dan bangunan, kepemilikan emas, maupun kendaraan.

Buku itu juga menyebutkan mengenai wakaf cair berupa uang. Wakaf uang sendiri tercantum dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2014 yang dianggap sebagai terobosan dari perwakafan Indonesia.