UU Cipta Kerja Diharapkan Bisa Mendorong Industri Halal

Pemerintah berkomitmen meningkatkan kontribusi industri halal nasional. Tercermin dari berbagai instrumen peraturan dan ketentuan terkait industri halal yang telah dikeluarkan pemerintah. Salah satunya dengan hadirnya jaminan produk halal di UU Cipta Kerja.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian – Susiwijono Moegiarso, mengatakan, UU Cipta Kerja memberikan perlakuan khusus kepada pelaku usaha UMK terkait kewajiban sertifikasi halal dan hal itu sangat diperlukan. Mengingat pengenaan biaya untuk pelaksanaan sertifikasi halal akan memberatkan pelaku usaha UMK.

“Untuk memudahkan pelaku UMK, diterbitkan panduan atau standar self declare produk halal yang diharapkan menjadi solusi sertifikasi halal bagi produk UMK yang jumlahnya mencapai 64,19 juta,” jelas Susiwijono  dalam webinar Alinea Forum ‘Mendorong Pengembangan Industri Halal Lewat UU Cipta Kerja’, Selasa (23/11).

Selain itu, lanjutnya, UU Cipta Kerja mempunyai semangat membebaskan biaya sertifikasi halal bagi pelaku UMK atau dengan istilah nol rupiah. Memberikan kemudahan pelaku usaha peroleh sertifikasi halal dengan tidak meninggalkan aspek dasar kehalalan produk.

Sekaligus memberi ruang peran serta masyarakat melalui ormas Islam untuk mendirikan lembaga pemeriksa halal (LPH), penyiapan auditor halal, penyelia halal dan pengawasan penyelenggaraan jaminan produk halal.

“Sertifikasi halal pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) bisa didasarkan atas pernyataan diri atau self declare berdasarkan standar halal yang ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH),” kata Susiwijono.

Self declare produk UMK tidak bermakna pelaku usaha bisa begitu saja menyatakan produknya halal tanpa dasar, tetap ada persyaratan yang harus dipenuhi sebagai dasar kehalalan produk. Kaidahnya jelas, yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Produk dengan no risk dan low risk boleh dilakukan self declare.

“Kalau yang bukan no risk dan low risk, tidak boleh self declare,” lanjutnya.

Selain itu, Susiwijono mengungkapkan, adanya peluang industri halal di kawasan khusus. Di antaranya dengan mengembangkan kawasan khusus di satu lokasi untuk menampung seluruh industri halal, seperti makanan, minuman, fesyen, keuangan, wisata, hiburan dan media, farmasi serta kosmetik.

Peluang lainnya adalah dengan mengembangkan klaster industri halal di kawasan khusus yang sudah ada. Misalnya industri FnB dan kosmetik di KEK Sei Mangkei dan KEK Kendal, industri fesyen di KEK Kendal dan indsutri serta rekreasi di KEK  Singhasari.

Itulah sebabnya Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) – Sapta Nirwandar mengatakan, UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya UMK membuka usaha baru. Semua itu diharapkan dapat membuka ekspor industri halal. Apalagi keberadaan sertifikasi halal sangat penting untuk ekspor, karena memberikan jaminan kepada klien asing.

“Kita harus bisa berbagi ke seluruh dunia untuk menambah pendapatan negara dari devisa,” ujar Sapta Nirwandar.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia  –  Erwin Noekman berharap, pelaksanaan kawasan industri syariah bisa mendorong perkembangan asuransi syariah. Tentunya hal itu dapat terwujud jika pemerintah memberikan dukungan dengan menerbitkan aturan agar seluruh aktivitas di kawasan industri halal juga mempergunakan berbagai hal untuk mendukung aktivitas halal, misalkan saja asuransi syariah.

Sementara Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah – Faozan Amar mengatakan, regulasi dalam industri halal itu penting. Untuk itu, negara perlu hadir untuk melindungi segenan bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Salah satunya melalui UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja.

Dosen FEB UHAMKA ini mengaku optimis ke depan regulasi ‘sapu jagat’ ini bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Ia pun meminta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menggandeng semua elemen untuk mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini.

“Ketika Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sudah disetujui, maka sebaiknya berupaya memanfaatkannya untuk meningkatkan perekonomian rakyat,” jelasnya.

Faozan Amar pun mendorong pemerintah segera menyusun peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini. Namun, sebaiknya pemerintah tetap mengakomodir elemen masyarakat yang sebelumnya keberatan, misalnya, kalangan buruh, demikian  Faozan Amar.