Transaksi Hedging Syariah Stimulus Keuangan Syariah

Transaksi hedging syariah ini diharapkan dapat menjadi stimulus perkembangan industri keuangan syariah.

biBank Indonesia (BI) kembali melakukan sosialisasi transaksi lindung nilai (hedging) sesuai dengan prinsip syariah. Langkah ini dilakukan BI melalui transaksi lindung nilai (hedging) yang bertujuan untuk memitigasi risiko pebankan syariah.

Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan, BI telah merilis Peraturan Bank Indonesia No. 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah pada 24 Februari 2016 dan Surat Edaran (SE) Ekstern No. 18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016.

Headar menegaskan, bahwa pengelolaan risiko nilai tukar bagi perbankan dan nasabah syariah menjadi semakin penting. Hal ini tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan aset bank syariah beberapa tahun terakhir serta potensi peningkatan transaksi valas baik oleh perbankan maupun nasabah syariah seperti dana haji dan umrah.

“Salah satu upaya untuk mitigasi risiko nilai tukar tersebut adalah melalui transaksi lindung nilai (hedging) sesuai prinsip syariah. Hedging syariah ini diharapkan dapat menjadi stimulus perkembangan industri keuangan syariah Indonesia,” kata Hendar dalam sambutan pada Sosialisasi Transaksi Lindung Nilai (Hedging)  di Gedung BI, Jakarta, Jumat (17/6).

Menurutnya, dari sisi korporasi maupun nasabah perorangan khususnya yang memiliki preferensi produk yang memenuhi prinsip syariah, transaksi lindung nilai syariah menjadi solusi untuk mitigasi risiko nilai tukar. Sedangkan dari sisi perbankan, dengan memiliki instrumen ini akan membantu dalam pengelolaan risiko likuiditas dan risiko nilai tukar.

“Kami harapkan transaksi lindung nilai syariah akan mendukung pendalaman pasar keuangan syariah Indonesia sehingga mendorong penerbitan sukuk valas di masa mendatang,” ujarnya.

Sehingga pada akhirnya, lanjut dia,  pembiayaan syariah diharapkan juga dapat meningkat khususnya pada sektor-sektor produktif maupun proyek infrastruktur yan sedang digalakkan pemerintah.

Menurutnya, transaksi lindung nilai syariah memiliki tiga karakteristik yang unik. Pertama, hedging syariah tidak boleh dilakukan untuk tujuan yang bersifat spekulatif sehingga wajib memiliki underlying.

Kedua, transaksi ini hanya boleh dilakukan apabila terdapat kebutuhan nyata untuk mengurangi risiko nilai tukar di masa mendatang terhadap mata uang asing yang tidak dapat dihindarkan.

Adapun ketiga yakni adanya penggunaan akad muwa’adah. Akad ini menurut Headar mengatur bahwa transaksi lindung nilai syariah akan didahului oleh forward agreement atau rangkaian forward agreement untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan nilai tukar atau perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat saling berjanji.

“Ketersediaan instrumen pasar valas yang sesuai dengan prinsip syariah merupakan salah satu bentuk dukungan BI terhadap pengembangan dan pendalaman pasar keuangan syariah di Indonesia,” tegasnya.

Dukungan lainnya lanjut dia adalah ditunjukkan dengan kesetaraan kebijakan/regulasi BI baik kepada keuangan syariah maupun keuangan konvensional dan tersedianya operasi moneter syariah untuk pengelolaan likuditas valas.