Perbankan syariah di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya pemahaman sumber daya manusia (SDM) terhadap perbankan syariah yang belum komperenshif.
Direktur Pascasarjana STIE Ahmad Dahlan, Prof. Dr. Faturrahman Djamil, mengatakan, pangsa pasar perbankan syariah yang belum sampai lima persen, menunjukkan satu tantangan tersendiri. Sebab ketika asset perbankan syariah naik, asset perbankan konvensional juga turut naik sehingga berkejaran saling bersaing.
“Jika 25 persen dana Badan Umum Milik Negara (BUMN) di Malaysia diletakan di perbankan syariah. Sayangnya penempatan dana pemerintah Indonesia di bank syariah kecil sekali. Dana haji pun baru belakangan ini saja disalurkan pada bank syariah,” kata Fathurrahman di Jakarta, pada pekan lalu.
Fathurrahman juga menilai pemahaman SDM terhadap industri perbankan syariah juga belum komprehensif. Kebijakan ilmu ekonomi pada zaman dulu, kata dia, menyebutkan bahwa program studi ekonomi syariah ada dibawah Kementerian Agama (Kemenag). Namun, kini ia bersyukur, kini program itu sudah berada dibawah Direktorat Pendidikan Tinggi.
Menurutnya, tantangan lainnya adalah kurangnya buku-buku acuan ekonomi syariah di Indonesia. Belum termasuk padunya kurikulum ekonomi syariah yang sesuai dengan kebutuhan industri keuangan. “Hal ini sudah kami bicarakan dengan industri keuangan syariah, sehingga nantinya SDM yang ada punya kemahiran praktikal juga, tidak hanya teori,” ujarnya.
Selain itu, masih terkait tantangan adalah pekerja di sektor keuangan syariah masih sedikit meski kebutuhan besar, lebih dari 35 ribu orang. Dia menyatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyiapkan sistem sertifikasi TAS (tenaga ahli syariah) yang diharapkan bisa diterima di manapun karena sertifikasi international.
Inovasi produk juga dinilai Fathurrahman masih kurang. Menurutnya, perbankan syariah di Indonesia masih memakai produk konvensional dengan menghilangkan unsur haramnya. Sehingga produk perbankan syariah jadi mirip dengan konvensional.
Kontrak produk-produk di bank syariah di Indonesia didominasi murabahah, sementara musyarakah dan murabahah masih kecil. “Saya nilai ini bisa jadi karena struktur murabahah mirip konvensional,” ujarnya.
Tantangan lainnya, lanjut dia, pinjaman dana kebajikan (gardul hasal) di Indonesia juga masih dibawah 10 persen. Fathurrahman menilai gardul hasal belum menjadi inti bisnis bank syariah.