Pengurus BPKH Harus Paham Ekonomi Syariah

Ketika dana haji terkumpul, harus ditempatkan di instrumen keuangan syariah, misalnya di  sukuk.

Panitia seleksi (pansel) anggota Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) melakukan seleksi untuk memilih Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BPKH. Sampai saat ini sudah ada 185 peserta yang mendaftar untuk mengikuti seleksi.

Ketua Pansel Anggota BPKH Mulya E Siregar mengatakan, sebanyak 94 pendaftar pada tahap pertama yang bertambah menjadi 185 pada tahap kedua ini. Setelah lolos seleksi administrasi, peserta akan mengikuti ujian penulisan makalah, psikotes, dan wawancara. Pada tahapan terakhir, pansel akan memilih 10 nama untuk dewan pengawas dan 14 untuk anggota BPKH.

Seperti diketahui, pembukaan pendaftaran pada 22 November 2016, kemudian diseleksi mulai 29 November 2016 hingga 23 Januari 2017. Terakhir seleksi jelas Mulya,  diperkirakan pertengahan Maret 2017,  kemudian disampaikan ke presiden. “Tapi, hasilnya menunggu dari keputusan DPR yang memilih lima, lalu dikirim ke presiden untuk ditetapkan. Jadi mungkin semuanya akan selesai di bulan Juli 2017 mendatang,” papar Mulya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jakarta, Kamis (19/1).

Mulya menjelaskan, BPKH merupakan amanah dari UU Nomor 34 Tahun 2014 yang harus segera dibentuk. Oleh karena itu, presiden akan menentukan pengurus BPKH yang terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas.

Untuk itulah, pansel membutuhkan orang-orang yang mempunyai kemampuan mengelola keuangan secara syariah. Oleh karena itu mereka harus memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai.

“Artinya, ketika dana itu terkumpul, mereka harus bisa menempatkan di instrumen-instrumen keuangan syariah, misalnya di sukuk korporat atau surat berharga syariah negara,” tegas Mulya, yang menjabat sebagai Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK.

Selain itu, lanjut dia, pengurus BPKH juga harus menghitung dengan cermat risiko dari penempatan tersebut. Bila disimpan di instrumen keuangan sukuk, setidaknya menghasilkan sekitar 8,5 persen.

Namun demikian, tambah dia, tidak menutup kemungkinan jika digunakan untuk membiayai sektor riil mungkin akan lebih besar lagi. “Ya, bila dimungkinkan berdasarkan undang-undang, dimungkinkan untuk melakukan pembiayaan di sektor riil dalam penyertaan (modal) sehingga itu bisa dikelola,” pungkasnya.