Merger bank syariah diharapkan memperoleh tambahan modal dari pemerintah agar menjadi bank BUMN syariah.

Direktur Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman mengatakan, Kementerian BUMN telah melakukan diskusi dan analisas terkait merger bank syariah anak usaha bank BUMN sejak lama. Namun, jika opsinya hanya merger semata, perkembangan pasar perbankan syariah bisa berkurang karena bank-bank syariah yang di-merger punya kantor cabang di lokasi yang sama.
“Kalau itu merger diharapkan ada penyertaan modal negara sehingga dia jadi BUMN. Kalau hanya merger dia belum BUMN karena merupakan anak usahadari BUMN. Kalau saat merger ada tambahan modal negara yang besar, maka bank syariah akan besar,” katanya.
Ia menambahkan hingga saat ini belum ada bank syariah Indonesia yang masuk dalam jejeran bank terbesar di Asia Tenggara. Pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia sendiri melambat dalam dua tahun terakhir (2014-2015). Pangsa pasarnya pun baru mencapai 4,87 persen dengan aset Rp 300 triliun. Ini berbeda dengan Malaysia yang pangsa pasar perbankan syariahnya telah mencapai 20 persen.
Kendati demikian, di sisi lain Deden menyebutkan Indonesia telah berhasil membuka kantor cabang syariah di Kuala Lumpur, Malaysia. “Di Malaysia belum ada satu bank Indonesia yang berhasil buka cabang di sana, kecuali Bank Muamalat Indonesia. Itu satu-satunya bank yang buka cabang di Kuala Lumpur,” ujarnya.
Dalam Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019 pembentukan bank BUMN/BUMD syariah menjadi salah satu inisiatif yang perlu didukung. Antara lain dari sisi komunikasi kepada stakeholder kunci, evaluasi peraturan yang berpotensi menghambat pembentukan bank BUMN/BUMD syariah, serta dari sisi kebijakan pengawasan dan perizinan yang lebih mendukung pendirian dan pengembangan layanan bank BUMN/BUMD syariah.
[bctt tweet=”Belum ada #BankSyariah Indonesia masuk jejeran bank terbesar ASEAN”]

