Muhyiddin : Ekonomi Syariah Indonesia Jangan Sampai Jalan di Tempat

Indonesia harus menjadi role model pengembangan ekonomi syariah. Untuk itu, perlu adanya politik will dari pemerintah, sehingga sistem ekonomi syariah tidak jalan ditempat.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, Muhyiddin Junaidi.
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, Muhyiddin Junaidi.

Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI, Muhyiddin Junaidi mengatakan, ekonomi syariah Indonesia sampai sejauh ini belum sampai dua digit, baru sekitar 5-6 persen. Ini sebuah koreksi diri bagi umat Islam, yang mayoritas 80 persen Muslim di Indonesia. Tapi, ironisnya perkembangan ekonomi syariah cuma 5 persen. “Itu kan tidak sejalan dengan kuantitas jumlah harusnya di atas 50 persen. Tapi, kita juga tidak menyalahkan kenapa itu lambat?,” kata Muhyiddin kepada MySharing, saat ditemui di kantor MUI Pusat Jakarta, Selasa (7/7).

Menurutnya, ada dua faktor penyebab. Pertama, dari sisi para praktisi ekonomi syariah sendiri kurang berpengalaman, jadi dispersikasi produknya juga tidak semaju ekonomi konvensional. Kedua adalah promosinya juga masih kurang, mungkin karena terkait biaya. Dan bisa kita pahami, karena ini menyangkut hitung-hitungan.

Namun demikian, tegas Muhyiddin, yang lebih penting lagi adalah justru umat Islam masih ragu tentang ekonomi syariah itu sendiri. Apakah sama ekonomi syariah dengan konvensional?.”Bahkan, maaf saja ada yang mengatakan ah…cuma namanya saja syariah, tapi prakteknya sama dengan konvensional,” ujarnya.

Jadi memang, lanjut dia, kedepan harus ada upaya yang sifanya masif dan politik will dari pemerintah Indonesia. “Bahwa, Indonesia itu seyogyanya menjadi role model untuk pengembangan ekonomi syariah,” tukas warga Bogor, Jawa Barat ini.

Lebih lanjut ia menuturkan, karena kurang pemerintah meminit sistem ekonomi syariah, akhirnya masyarakat belum tertarik. Berbeda dengan di Malaysia karena ada politik will dari pemerintah, makanya ekonomi syariah maju.

Ia pun menegaskan bahwa memang tak bisa dipungkiri, non-Muslim melirik ekonomi syariah Indonesia, tapi jumlahnya masih sedikit. Sedangkan kalau di Malaysia, non-Muslim melirik ekonomi syariah sudah biasa, bukan hanya di perbankan saja, tapi juga di asuransi, investasi dan bursa syariah.

Malaysia itu, tegas Muhyiddin, terkait ekonomi syariah memang undang-undangnya sudah jalan, ada transparasi kepastian hukum. Sementara di Indonesia itu tidak ada. Inilah yang menjadi masalah kenapa ekonomi syariah di negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia masih lamban perkembangannya. ”Kami berharap ada perkembangan, jangan sampai ekonomi syariah Indonesia jalan di tempat,” pungkasnya.