Tugabus Dedi Suwandi Gumelar atau Miing Bagito mengomentari mengenai istilah-istilah yang digunakan oleh industri keuangan syariah di Indonesia yang masih sebatas simbol-simbol.
Menurut Miing, pengembangan ekonomi syariah terpenting justru terletak pada prinsip-prinsip yang mengharuskan transaksi riil yakni bagi hasil dan tidak manipulatif serta spekalulatif. Misalnya, tegas Miing, nama istilah ekonomi syariah tidak perlu memakai bahasa Arab, Arab, karena menyulitkan orang untuk mengingatkannya.
“Seperti asuransi takaful atau koperasi Baitul Maal wal Tamwil(BMT) tidak harus menggunakan bahasa Arab, karena kadang orang sulit mengucapkannya. Jadi segi bahasa gunakan istilah umum, agar lebih familiar dan kita lebih gampang mengenalnya,” kata Miing kepada MySharing, belum lama ini.
Karena, tegasnya, apa yang sebenarnya akan dipasarkan oleh industri keuangan syariah itu bahasa atau sistemnya, harus dipikirkan lebih matang. ”Jika dimaknainya sekedar sebagai simbol,perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tidak akan maju,” ujarnya.
- Diskusi Inspiratif Rabu Hijrah: “Sinergi Pentahelik Ekonomi Syariah Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”
- Pleno KNEKS 2024: Ekonomi Syariah Kekuatan Baru Menuju Indonesia Emas 2045
- CIMB Niaga Syariah Resmikan Pembukaan Syariah Digital Branch di Medan
- Adira Finance Syariah, Danamon Syariah & Zurich Syariah Gelar FPR2024 di Rangkasbitung
Mantan anggota DPR RI dari PDI-P ini berharap Indonesia bisa belajar dari negara Malaysia dalam pengembangan ekonomi syariah. Menurutnya, Malaysia telah sukses menerapkan sistem ekonomi syariah yang paripurna tanpa harus menjual simbol-simbol Islam dalam memasarkan produk-produk syariahnya.[su_pullquote align=”right”]”Jika dimaknainya sekedar sebagai simbol,perkembangan ekonomi syariah di Indonesia tidak akan maju!”[/su_pullquote]
Miing berharap agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkaji istilah-istilah yang ditawarkan oleh industri keuangan syariah di Indonesia. Menurutnya, istilah atau simbol yang dipasarkan industri keuangan syariah itu harus terkomunikasi lebih baik lagi agar masyarakat tertarik untuk membelinya. ”Ya memang mengubah simbol-simbol itu tidak bisa sekaligus, harus pelan-pelan karena ini terkait dengan sosialisasi nantinya,” pungkasnya.