12 Strategi Bank Syariah Kelola NPF

Dalam menghadapi pembiayaan bermasalah bank-bank syariah harus menerapkan strategi pengelolaan non perfoming financing (NPF). Setidaknya ada 12 strategi mengelola NPF.

logo_ib_bprs_hik_bekasiKetua Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indoensia (IAEI), Agustianto Mingka, menuturkan, tahun 2016, pembiayaan bermasalah (NPF) menjadi tantangan besar bagi bank syariah. ”Ada 12 strategi yang harus dilakukan bank syariah dalam mengelola NPF,” kata Agustianto, dalam rilisnya yang diterima MySharing, Jumat (8/1).

Strategi pertama, bank-bank syariah, termasuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) harus membentuk divisi atau bidang penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Bidang ini secara khusus menangani restrukturisasi pembiayaan bermasalah.

Kedua, bank-bank syariah harus meningkatkan kompetensi SDM agar bisa mengatasi  pembiayaan bermasalah dan mampu melakukan rektrukturisasi pembiayaan secara syariah. ”Bahkan, SDM syariah seharusnya memiliki pengetahuan early warning system tentang pembiayaan syariah. Sehingga pembiayaan bermasalah bisa diantisipasi dan diselamatkan dengan cepat,”  kata Agustianto.

Selain itu, lanjut dia, jargon lebih baik mencegah daripada pengobati harus diterapkan agar bank-bank syariah memiliki NPF yang rendah karena kualitas pembiayaannya sehat dan bagus.

Ketiga, bank syariah harus memperketat standar underwriting dan secara proaktif memonitoring nasabah dalam sektor industri yang terkena dampak perlambatan ekonomi secara umum.

Keempat, perbankan syariah harus membuat kebijakan yang ihtiyath (hati-hati), sesuai dengan prinsip prudential dalam pemberian pembiayaan, tidak boleh didesak oleh pengejaran target atau pengaruh lainnya.

Jadi, tegas Agutianto, perbankan syariah harus menerapkan serangkaian prosedur pembiayaan yang pruden. Antara lain kebijakan dalam penetapan limit pembiayaan dan pemilihan usaha industri yang eksis dan prospektif.

Kelima, perbankan syariah harus bisa mengendalikan dominannya portofolio tertentu termasuk di dalamnya mencakup risiko konsentrasi pembiayaan. Sehingga risikonya bisa dimitigasi dengan baik. “Jika sudah terlanjur, dapat diatasi dengan sell down atau risk participation, atau jira aktivanya berupa KPR, bank syariah bisa ikut sekuritisasi sebagian aset pembiayaan tersebut.

Keenam, perbankan syariah harus istiqamah (consistent) dengan model bisnis. Karena itu perbankan syariah harus meriset dan mengkaji terlebih dahulu potensi pasar dalam bisnisnya.

#BankSyariah harus istiqamah (consistent) dengan model bisnisnya. Click To Tweet

Jika sudah memutuskan masuk dalam suatu bisnis, kata dia, maka konsistenlah dalam bisnis tersebut, tidak mudah beralih ke bisnis lain secara sporadis. Selanjutnya, bank syariah harus secara aktif memperbaiki proses bisnis secara komprehensif dan konsisten serta konsekuen dengan strategis bisnis dan risiko.

Ketujuh, bank syariah wajib membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset keuangan dan non keuangan sesuai dengan standar akutansi keuangan yang berlaku. Karena itu, bank syariah harus memiliki rangkaian prosedur untuk membentuk pencadangan yang cukup. Sehingga akan lebih Sian menghadapi risiko pembiayaan. Bank syariah juga harus senantiasa menjaga tingkat modal yang cukup dan kebijakan likuiditas yang aman.

Strategi kedelapan, melakukan monitoring yang intensif dan kuat. Dalam kondisi nasabah lancar sekalipun monitoring tetap dilakukan. Monitoring pembiayaan yang lancar merupakan pembinaan yang terus menerus dilakukan kepada nasabah. ”Strategi ini seharusnya dilakukan oleh bank-bank syariah yang rendah NPF. Fokus dan prioritas atas nasabah dengan jumlah pembiayaan yang besar,” ujarnya

Kesembilan, bank syariah harus selesaikan tiga tingkatan NPL, yaitu pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan kredit macet.

Kesepuluh, bank syariah harus mampu menetapkan dan/atau memilih bentuk strategi penyelamatan/penyelesaian pembiayaan bermasalah yang berdasarkan pembuktian secara kuantitatif dan ini merupakan alternatif terbaik

Kesebelas, bank syariah harus memiliki Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Pedoman SPP) atau lebih dikenal dengan istilah Pedoman Whistleblowing System yang dapat digunakan perbankan syariah dalam mengembangkan manual sistem pelaporan pelanggaran di perbankan syariah.

#BankSyariah harus memiliki Pedoman Whistleblowing System untuk preventif Click To Tweet

Terakhir, keduabelas, bank syariah tidak boleh melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah semata-mata dengan cara plafondering. Plafondering adalah kapitalisasimargin dan biaya bank yang tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur. Biaya dan margin tertunggak tersebut ditutup dengan menaikkan limit pembiayaan nasabah sehingga tunggakan tidak terlihat lagi karena telah berubah manjadi pembiayaan  efektif (baki debet) atau tambahan hutang dalam batas limit pembiayaan yang baru.

”Penyelamatan pembiayaan  dengan plafondering tidak diizinkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu tunggakan verdana, sans-serif, times new roman, denda menjadi pokok baru, dan kolektibilitas langsung menjadi lancar,” ujar  Agustianto