Deputi Direktur Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah – Setiawan Budi Utomo. Foto: MySharing

Indonesia Masuk 10 Besar Negara Kekuatan Ekonomi Syariah Global

Indonesia masuk sepuluh besar negara kekuatan ekonomi syariah global. Hal ini dikarena potensi ekonomi syariah Indonesia masih sangat besar untuk digarap.

Deputi Direktur Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah – Setiawan Budi Utomo. Foto: MySharing
Deputi Direktur Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah – Setiawan Budi Utomo. Foto: MySharing

Deputi Direktur Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (PPE DPbS OJK) Setiawan Budi Utomo, mengatakan, sebagai negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sangat besar dalam bidang perekonomian syariah.

“Di negeri kita ini, potensi ekonomi syariah sangat besar. Bahkan, dari data yang ada di Indonesia masuk 10 besar sebagai negara dengan kekuatan dan potensi terbesar secara global. Tentu ini harus disambut positif,” kata Setiawan dalam paparan roadmap Perbankan Syariah 2015-2016 pada kegiatan Ijtima’ Sanawi (Annual Meeting) Dewan Pengawas Syariah (DPS), di Hotel iBis Bandung, Jawa Barat, pada Kamis (17/12).

Adapun sepuluh besar negara-negara dengan kekuatan ekonomi syariah global tersebut, lanjut Setiawan, adalah Malaysia, Saudi Arabia, Iran, Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, Qotar, Bahrain, Turki, Indonesia dan Oman.

Menurutnya, dibanding negara tetangga, Malaysia yang kini menjadi industry jasa keuangan syariah, Indonesia memang jauh tertinggal. Namun demikian, tegas dia, Indonesia tetap optimis karena peluang atau potensi ekonomi syariah di Indonesia tumbuh menjadi pemain utama industri jasa keuangan syariah.

Sementera jelas Setiawan, tantangan dan isu strategis bagi industri perbankan dan jasa keuangan syariah, pertama, belum selaranya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah.

Kedua, modal yang belum memadai, skala industri dan individual bank yang masih kecil. Ketiga adalah biaya yang mahal yang berdampak pada keterbatasan segmen pembiayaan. Adapun keempat yaitu produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai dengan harapan masyarakat.

Selain itu tantangan lainnya, lanjut dia, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum memadai, serta sistem teknologi informasi yang belum mendukung pengembangan produk dan jasa layanan. Pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal serta rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terharap keuangan syariah.

Untuk menumbuhkan perkembangan industri jasa keuangan syariah, OJK mengharapkan dukungan stakeholder, terutama pemerintah. “Tanpa dukungan segenap pihak, sulit rasanya harapan industri keuangan syariah dapat maju seperti espektasi publik,” pungkasnya.