Mengelola ekonomi syariah harus ditangkap sebagai khazanah untuk melawan kapitalisme li beral yang tidak menimbang faktor-faktor manusiawi.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, menuturkan negara-negara barat melihat ekonomi syariah sebagai tandingan dari krisis keuangan global. Terbukti Inggris sebagai negara non Muslim saja sukses mengelola ekonomi syariah. Sedangkan di negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia sangat progresif mengelola keuangan syariah hingga tersedia beberapa kawasan wisata syariah.
Menurutnya, dengan meliriknya negara eropa kepada ekonomi syariah, karena dirasakan bahwa ekonomi kapitalisme itu sebenarnya penuh kepalsuan. “Makanya, orang yang makan riba itu kaya orang gila karena hidup dalam kepalsuan. Inilah yang harus disadari Indonesia, bahwa negara barat saja sudah berpikir mengembangkan ekonomi bagi kemaslahatan umat,” kata Fahri kepada Mysharing, saat ditemui di kantor MUI Pusat, Jakarta, Jumat (22/5).
Fahri berharap pemerintah Indonesia mendorong pengembangkan ekonomi syariah agar dikelola lebih serius lagi. Tidak hanya pengelolaan berpusat di ibukota Jakarta dan kota-kota lainnya, namun harus merata hingga pelosok daerah. “Mengelola sistem ekonomi syariah itu harus lebih serius pakai hati. Karena ini cara kita untuk melawan ketimpangan di dalam kapitalisme liberal yang tidak menimbang faktor-faktor manusiawi di dalamnya,” tukasnya.
Ia menegaskan, dalam mengelola ekonomi syariah itu, jangan cuma menyangkut sektor kecil, seperti ritel menjual baju koko, madu dan buku. Namun harus menyasar sektor besar seperti tambang, minyak, kontruksi dan sebagianya. Karena sektor ini diyakini bisa menjadi bagian dari sistem pertahanan Indonesia menjaga kesejahteraan rakyatnya.
Sebab lanjutnya, kalau kita terlalu mengintegrasikan ekonomi dengan sistem global, itu nantinya daya tahan Indonesia terhadap gelombang krisis kapilalisme global itu tidak ada. Hal inilah yang perlu Indonesia jaga dari sekarang. Yakni dengan menampilkan instrument-instrument syariah seperti Sukuk untuk sektor besar dalam pembangunan nasional.
Instrument-istrument didalam sistem ekonomi syariah itu diharapkan memberikan efek masif kepada kesejahteraan rakyat Indonesia. Fahmi juga menyakini dan merasa bahwa pemerintah sudah cukup serius, cuma saja belum ada drive yang istilahnya itu masif bagi kesejahteraan rakyat secara merata.
Menurutnya, kreativitas Bank Indonesia (BI) dalam mendorong ekonomi syariah di Indonesia tidak diragukan. Namun demikian Fahmi sangat menyayangkan Kementerian Keuangan (Kemkau) yang belum maksimal mendorongnya. “Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan relatif lebih progresif. Muliaman Hadad sangat mengerti bagaimana geliat dari keuangan syariah itu harus ditangkap sebagai khazanah kita. Sebagai senjata kita untuk menghadapi krisis global nanti kalau terjadi,” pungkas Fahri.