Indonesia tertinggal jauh oleh Malaysia dalam pengembangan keuangan syariah. Pemerintah pun diminta jangan setengah hati untuk mengembangkan sistem ekonomi Islam ini.
Pemilik Pondok Pesantren Husnayain KH Cholil Ridwan menilai pemerintah setengah hati untuk mengembangkan keuangan syariah Indonesia. Menurutnya, Indonesia ketinggalan jauh oleh Malaysia dalam mengembangkan keuangan syariah.
“Kembangkan keuangan syariah, pemerintah setengah hati. Malaysia sudah 14 persen, Indonesia masih sekitar 4-5 persen. Padahal penduduknya mayoritas Muslim,” kata Cholil kepada MySharing, saat ditemui di Jakarta, Selasa (27/7).
Cholil juga menuturkan, bahwa investasi atau saham perbankan syariah juga bukanlah dari umat Muslim, kebanyakan adalah dari non Muslim. “Ekonomi syariah ini bagus, tapi dimanfaatkan oleh non Muslim untuk bisnisnya. Sayangnya umat Islam juga tidak mau sepenuhnya untuk terjun di bisnis syariah ini,” ujarnya.
- Diskusi Inspiratif Rabu Hijrah: “Sinergi Pentahelik Ekonomi Syariah Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”
- Pleno KNEKS 2024: Ekonomi Syariah Kekuatan Baru Menuju Indonesia Emas 2045
- CIMB Niaga Syariah Resmikan Pembukaan Syariah Digital Branch di Medan
- Adira Finance Syariah, Danamon Syariah & Zurich Syariah Gelar FPR2024 di Rangkasbitung
Ia berharap pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) , harus lebih optimal untuk menggerakkan ekonomi syariah ini.
Menurutnya, meskipun edukasi dan program-program keuangan syariah sudah banyak diluncurkan oleh OJK. Namun belum ada edukasi atau sosialisasi yang sifatnya massal atau masif. Buktinya, tegas Cholil, masih banyak lembaga-lembaga Islam yang memiliki rekening di bank konvensional. Ini membuktikan bahwa umat Islam belum hijrah ke syariah. “Nah, untuk hijrah itu kan perlu didorong, namun pemerintah terlihat sangat hati-hati alias setengah hati,” tukasnya.
Cholil pun mencontohkan, dalam soal infrastruktur misalnya masih sangat minim. Masih banyak umat Muslim yang mengeluhkan minimnya kantor cabang bank syariah,yang menjadikan layanan teller kurang maksimal. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di kota dan daerah sangat kurang, begitu juga dengan jaringannya yang kerap terganggu.
Padahal menurutnya, dalam pengembangan keuangan syariah itu utamanya adalah ketersediaan infrasktruktur atau fasilitas yang memadai bagi masyarakat luas. “Kalau cuma edukasi atau program, tapi infrastruktur tidak diperhatikan ya pecuma. Pemerintah jangan setengah hatilah harus serius, keberpihakan pada keuangan syariah harus diwujudkan nyata bukan sekedar slogan basa-basi,” pungkas Ketua Bidang Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia (MUI).