Reksadana syariah adalah investasi yang relatif aman. Karena itu, investor banyak disarankan untuk berinvestasi di instrumen keuangan syariah yang satu ini. Lalu hal apakah yang bisa menjamin keamanan investasi reksadana syariah tersebut?
Para praktisi bisnis yang biasa bertransaksi di bursa efek (pasar modal konvensional) sebaiknya juga tergerak untuk memiliki reksadana yang berbasis syariah. Hal tersebut ditegaskan oleh praktisi pasar modal syariah –Rosinu saat ditemui MySharing di Jakarta.
”Ini bukan semata-mata masalah prinsip. Tapi untuk diversifikasi. Karena di reksadana syariah itu kita berinvestasi pada saham-saham syariah yang memiliki kriteria, yaitu selain jenis usahanya tidak melanggar prinsip syariah, juga yang paling utama lagi adalah masalah fundamental dari perusahaannya. Dalam hal ini, perbandingan antara hutang yang berbasis bunga (ribawi), dibandingkan dengan modal, itu tidak boleh lebih dari 82%. Artinya apa? Secara debt to equity ratio (hutang berbanding modal) itu adalah di bawah satu. Artinya perusahaan ini sehat. Jadi perusahaan-perusahaan yang masuk daftar efek syariah itu adalah perusahaan sehat. Sehingga investasi di reksadana syariah ini akan aman,” demikian papar Rosinu.
Selain itu, tambah Rosinu. yang lebih membuat rasa aman adalah, pada instrument investasi reksadana syariah ini adalah tidak memasukkan penempatan dananya pada saham-saham perbankan. Sehingga ketika terjadi gejolak di saham-saham perbankan, maka reksadana syariah ini tidak akan terkena dampaknya.
“Reksadana syariah itu seharusnya sudah merupakan sebuah keharusan (kebutuhan) dalam berinvestasi. Jadi bukan sekedar masalah hijrah atau prinsip saja. Dengan perusahaannya sehat, karena struktur hutangnya bagus, lalu juga tidak masuk ke dalam saham-saham perbankan yang rentan, maka reksadana syariah akan mengamankan investasi kita,” tegas Rosinu lagi.
Namun demikian, Rosinu lalu menambahkan, bahwa untuk berinvestasi di reksadana syariah, anda sebagai investor haruslah jeli. Pertama, investor bisa melihat dari kinerja reksadana-reksadana syariah yang sudah ada, dengan mengkaji Nilai Aktiva Bersih (NAB), misalnya, dalam setahun, 6 bulan, 3 bulan, atau sebulan belakangan.
Selain itu, yang kedua, adalah investor harus juga melihat komitmen si pengelola reksadananya. Karena jangan sampai si pengelola reksa dana mempunyai produk reksa dananya yang terlalu banyak, sehingga fokusnya terhadap produk reksadana syariahnya bisa jadi menjadi agak berkurang.
”Yang ketiga, kita juga bisa melihat dari portofoli investasinya. Investor dapat menanyakan pada manager investasi, portofolionya itu masuknya ke saham-saham apa saja? Saham di industri apa saja. Lalu pemilihan saham-sahamnya juga harus dilihat. Apakah masuk ke saham-saham yang blue chip? Atau saham-saham yang kurang bagus?” jelas Rosinu lagi.
Selanjutnya yang keempat, adalah dengan melihat dari sisi fund managernya. Harus dlihat siapa orang dibalik perusahaan management investasi ini Apakah fund manager ini punya track record atau tidak? Jam terbangnya di pasar modal sudah sampai sejauh mana?
Selain itu yang kelima, menurut Rosinu, ”Di luar itu semua, lihat juga komitmen perusahaan manager investasinya untuk ke depannya. Mereka fokus atau tidak untuk mengembangkan reksadana syariah ini? Karena saat ini mungkin banyak produk reksadana syariah yang barangkali hanya sebagai variasi produk dari perusahaan management investasi, yang sebenarnya basisnya adalah konvensional,” demikian tegas Rosinu menutup perbincangannya dengan MySharing.