AASI akan menjaga agar jangan sampai terjadi kembali sebuah perusahaan asuransi syariah mengalami pailit. Tapi bagaimanakah caranya?
Baru-baru ini kita mendengar sebuah berita yang kurang mengenakkan di media masa, ada sebuah perusahaan asuransi syariah yang mendapatkan putusan pailit oleh Pengadilan. Kondisi memprihatinkan tersebut ditanggapi dengan seksama oleh Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) sebagai wadah pembinaan dari seluruh perusahaan-perusahaan asuransi syariah di Indonesia.
Seperti diungkapkan Wakil Ketua Umum AASI – Fahmi Basyah, bahwa AASI berharap agar kasus tersebut tidak terulang kembali ke depannya. Dan AASI memandang kejadian ini akan membuat mereka lebih antisipatif untuk bisa secara bersama-sama menjaga eksistensi positif masing-masing operator asuransi syariah, sekaligus menjaga citra asuransi syariah di Indonesia secara keseluruhan.
“Kami dari asosiasi akan membentuk code of conduct, yang bisa mengingatkan kepada operator asuransi syariah anggota kami, bahwa kita harus secara bersama-sama menjaga citra dari bisnis asuransi syariah ini. Karena bila satu perusahaan asuransi syariah terkena suatu masalah, maka hal tersebut bukan hanya berdampak kepada perusahaan yang bersangkutan, tapi juga citra asuransi syariah keseluruhan. AASI ingin menjaga citra yang positif terhadap asuransi syariah, jangan sampai ada penilaian, kok asuransi syariah bisa begitu,” papar Fahmi saat konferensi Munaslub AASI baru-baru ini di Kuningan, Jakarta.
Berikutnya, lanjut Fahmi, pihaknya juga sangat concern untuk bisa menjaga dari sisi kepentingan konsumen, agar para konsumen asuransi syariah bisa terhindar dari potensi-potensi yang bisa merugikan dirinya.
“Agar konsumen bisa terlindungi, kami berharap regulator bisa menyediakan semacam lembaga penjamin polis, terutama misalnya untuk produk-produk investasi di asuransi jiwa syariah. Jadi kalau di bank, namanya lembaga penjamin simpanan (LPS),” lanjut Fahmi.
Satu hal lagi yang ditekankan Fahmi, bahwa dari sisi asosiasi, pihaknya juga akan terus memperkuat pembinaan anggota mereka.
“Dari sisi asosiasi, kami melakukan pembinaan. Namun memang pengawasannya tidak bisa menyeluruh. Karena itu, memang harus ada semacam early warning, bahwa seumpamanya terjadi sesuatu masalah, sudah bisa dideteksi sejak awal. Maka kita di asosiasi bisa membantu mediasi, yaitu sebagai intermediari, sebelum kasus itu semakin besar yang bisa menyebabkan kepailitan,” demikian Fahmi Basyah, Wakil Ketua Umum AASI.