AAJI Paparkan Outlook Industri Asuransi Jiwa di Indonesia Tahun 2024

Kelas menengah (khususnya millennial) lebih memerhatikan proteksi ke depan, sehingga peluang permintaan terhadap asuransi jiwa meningkat.

Dalam rangka mempererat kolaborasi antara media dengan industri asuransi jiwa serta meningkatkan wawasan dan kesepahaman tentang suatu topik di industri asuransi jiwa, AAJI mengadakan acara Media Workshop dengan tema “Outlook Industri Asuransi Jiwa  dan Ekonomi Tahun 2024” pada Kamis (25/4) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Pada acara Media Workshop kali ini, tampil sebagai pembicara adalah Budi Tampubolon – Ketua Dewan Pengurus AAJI  dan pengamat ekonomi – Aviliani yang juga Komisaris Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).

Ketua Dewan Pengurus AAJI – Budi Tampubolon dalam even ini mengungkapkan, bahwa industri asuransi jiwa di Indonesia tetap bertumbuh ke arah yang lebih baik di tengah masa pemulihan ekonomi yang masih fluktuatif.

Namun demikian, lanjut Budi, terdapat sejumlah  tantangan yang harus dihadapi industri jiwa di tanah air pada tahun 2024 yang sedang berjalan ini.

Tantangan tersebut, menurut Budi, antara lain adanya ketentuan modal minimum yang diberlakukan secara bertahap bagi perusahaan asuransi jiwa.

Karena modal minimum bagi perusahaan asuransi rencananya akan dinaikkan ke angka Rp 500 miliar di tahun 2026 mendatang. Yang lalu nanti, akan kembali naik pada tahun 2028 menjadi di angka Rp1 triliun.

Kemudian tantangan lainnya adalah pemenuhan modal  minimum bagi unit usaha syariah (UUS) sebesar rp 250 miliar untuk kewajiban melakukan spin-off.

Karena masih ada UUS  asuransi jiwa di tanah air yang modalnya masih belum mampu memenuhi ketentuan dari regulasi spin-off tersebut.

Padahal untuk kondisi saat ini, lanjut Budi Tampubolon, industri asuransi jiwa di tanah air masih dalam kondisi dibayang-bayangi penurunan premi.

Peluang industri asuransi jiwa di tahun 2024

Sementara itu, Aviliani dalam media workshop ini mengungkapkan lima peluang dari industri asuransi jiwa di tanah air.

Menurut Aviliani, peluang pertama adalah jumlah penduduk Indonesia yang besar dan didominasi kelas menengah.

Peluang kedua, lanjut Aviliani, adalah peluang investasi melalui sistem unit link.

Berikutnya, peluang yang ketiga yaitu maksimilasi digital (insurance technology) yang sejalan dengan mengeluarkan peraturan OJK Nomor 13/POJK/2018.

Selanjutnya Aviliani memaparkan peluang yang keempat, yaitu meningkatkan jangkauan asuransi ke sektor informal dan pedesaan.

Serta yang terakhir, peluang yang kelima adalah pengalaman dari pandemi Covid-19 yang mendorong perhatian terhadap kesehatan.

“Kelas menengah (khususnya millennial) lebih memerhatikan proteksi ke depan, sehingga peluang permintaan terhadap asuransi jiwa meningkat,” demikian tutup Aviliani.