Para pembicara diskusi “Kesiapan Perbankan Terhadap Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh” di Gedung BI Aceh, Banda Aceh (23/9).

Qanun Lembaga Keuangan Syariah untuk Majukan Perekonomian Aceh

Diskusi dengan tema “Kesiapan Perbankan Terhadap Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh” digelar di Gedung Bank Indonesia Aceh pada Senin (23/9).

Diskusi menghadirkan Kepala Bank Indonesia Wilayah Aceh – Zainal Arifin Lubis, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh – Aulia Fadly dan Direktur Operasional BRI Syariah – Fahmi Subandi. Acara yang dihadiri berbagai elemen masyarakat di kota Banda Aceh ini sekaligus menjadi wadah sosialisasi konversi dari bank konvensional ke bank syariah.

Kepala BI Aceh – Zainal Arifin Lubis menjelaskan potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa didapat Aceh dari implementasi Qanun LKS. Menurutnya, Aceh memiliki Sumber Daya Alam melimpah, sayangnya pertumbuhan ekonominya masih di bawah pertumbuhan ekonomi Sumatera dan nasional.

“Ada prinsip keadilan dalam prinsip ekonomi Islam. Pembiayaan hulu-hilir dengan pola musyarakah dan mudharabah akan lebih cepat mengakselerasi perkonomian Aceh. Qanun LKS merupakan potensi besar bagi Aceh untuk bangkit,” ujar Zainal.

Sejalan dengan Bank Indonesia, OJK pun mengajak masyarakat Aceh untuk pindah ke bank syariah. Aulia menjelaskan tingkat literasi keuangan di Aceh hanya 32,7%.

“Artinya dari 100 orang, 32 orang paham keuangan. Namun, inklusi keuangan di Aceh sudah 73%. Artinya dari 100 orang, 73 orang sudah berinteraksi dengan keuangan. Sementara untuk literasi keuangan syariah di Aceh ternyata hanya 21%, sementara tingkat inklusinya 41%,” papar Aulia.

Aulia mengajak masyarakat Aceh untuk mensukseskan Qanun LKS, “Apakah masyarakat Aceh ingin ekonominya naik kelas? Kalau ingin naik kelas, peran masyarakat dalam penerapan Qanun LKS ini diharapkan.” “Kalau masih ada yang ragu, OJK meyakinkan bahwa bank syariah sama dengan bank konvensional,” tuturnya.

Sementara itu dari sisi perbankan, Direktur Operasional BRI Syariah – Fahmi Subandi menjelaskan potensi ekonomi yang bisa didapat Aceh dengan implementasi Qanun LKS.

“Aceh memiliki potensi ekonomi luar biasa. Sumber Daya Alamnya luar biasa. Sektor perkebunan dan perikanannya luar biasa besar. Tidak berhenti di situ, potensi wisata di Aceh juga sangat besar. Namun ternyata kebutuhan pembiayaan di Aceh kebanyakan konsumtif, belum ke pembiayaan produktif. Mari kita berdayakan potensi yang ada,” ujar Fahmi.

“Dalam implementasi Qanun LKS ini kami membutuhkan dukungan dari berbagai pihak di Aceh ini, agar mendapat relaksasi  beberapa peraturan. Baiknya ada insentif dari pemerintah daerah. Bentuknya bisa relaksasi biaya, perpajakan, sehingga pelaku bisnis bisa menjalankan Qanun LKS untuk kemajuan di  Aceh. Pertumbuhan Aceh bisa meningkat kalau semua pihak bersama-sama menerapkan qanun LKS,” demikian tutup Fahmi.