Pengembangan industri keuangan syariah memerlukan tindakan afirmatif.
Chairman Center for Islamic Studies in Finance, Economics and Development Farouk Alwyni menuturkan tantangan bagi industri keuangan syariah ada yang bersifat internal dan eksternal. Tantangan internal di antaranya memposisikan industri keuangan syariah sebagai industri yang mempunyai nilai tambah dalam rangka meningkatkan kualitas keuangan masyarakat yang lebih baik. “Yang pada akhirnya industri keuangan syariah menjadi sebuah industri yang berperan dalam pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” paparnya kepada MySharing beberapa waktu lalu.
Dalam kerangka pencapaian visi ini sekaligus menjawab tantangan tersebut, lanjutnya, industri keuangan syariah harus bisa meningkatkan kapasitasnya baik dalam beberapa hal. “Di antaranya penerapan manajemen strategis jangka panjang yang didasarkan nilai-nilai (pendekatan beyond profit), pelayanan konsumen, inovasi produk, teknologi, maupun dalam hal menjadikan industri keuangan syariah menjadi industri yang mempunyai dampak pembangunan yang riil,” jelas Farouk. Baca: Pengembangan Keuangan Syariah Perlu Kebijakan Efektif
Sementara, Farouk memaparkan terdapat pula tantangan eksternal yang dihadapi oleh industri keuangan syariah Indonesia. Diantaranya kurangnya dukungan-dukungan kebijakan yang memihak untuk perkembangan keuangan syariah, kurangnya kesadaran masyarakat Muslim Indonesia untuk mulai menggunakan produk-produk berbasis syariah, dan lingkungan regulasi yang terkesan lebih birokratis ketimbang lembaga keuangan konvensional (dengan adanya elemen DPS dan DSN).
- Diskusi Inspiratif Rabu Hijrah: “Sinergi Pentahelik Ekonomi Syariah Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”
- Pleno KNEKS 2024: Ekonomi Syariah Kekuatan Baru Menuju Indonesia Emas 2045
- CIMB Niaga Syariah Resmikan Pembukaan Syariah Digital Branch di Medan
- Adira Finance Syariah, Danamon Syariah & Zurich Syariah Gelar FPR2024 di Rangkasbitung
“Bagaimana mengatasi hal ini? Dimulai dari dukungan yang terintegrasi antara Pemerintah, OJK, dan Bank Sentral dalam pengembangan industri keuangan syariah dengan menerapkan affirmative action, misalnya dalam bentuk insentif pajak dan kebijakan penempatan dana yang lebih memihak, dan membangun kesadaran masyarakat untuk peduli dengan penggunaan produk-produk syariah,” ungkapnya.
Menurutnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengedukasi elemen-elemen penting dalam masyarakat seperti kampus, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, serta para dai tentang keuangan syariah. “Pada akhirnya mereka dapat mengedukasi kelompok masyarakat yang lebih besar lagi,” kata Farouk. Baca: OJK Dorong Sinergi dengan Sektor Bisnis Syariah
Keuangan syariah butuh insentif pajak dan kebijakan penempatan dana pemerintah yang lebih memihak Click To TweetSelain itu, lanjut Farouk, diperlukan pula upaya-upaya untuk mensimplifikasi proses inovasi produk. “Syariah di sini hendaknya jangan sampai menjadi constraint atau dijadikan semacam birokrasi baru, tetapi sebagai pusat inspirasi dalam melahirkan produk yang lebih inovatif dan memenuhi kebutuhan konsumen,” pungkasnya.