Kinerja produk keuangan syariah harus mampu bersaing dengan produk konvensional.
Direktur Utama Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengatakan, pertumbuhan produk pasar modal syariah sejauh ini masih rendah dan bersifat seasonal (musiman). Sekitar 30 persen pasar modal Indonesia didominasi oleh saham sektor perbankan, sehingga ketika saham sektor tersebut sedang perform, maka seolah indeks syariah tertinggal.
“Namun, dua tahun terakhir perbankan sedang susah karena ada risiko pembiayaan bermasalah, sehingga pertumbuhannya kurang bagus. Indeks syariah yang tumbuh, tapi sifatnya ini seasonal, maka dari itu perlu pengenalan kepada investor,” katanya, pekan lalu.
Baru-baru ini pihaknya pun bertemu dengan sejumlah investor Timur Tengah dan mendapat masukan agar tidak mengotakkan produk keuangan syariah dalam pemasarannya. “Jangan menjual produk syariah secara terbatas dan memasukkannya ke kategori dana yang tematik, karena kalau begitu investor pasti terbatas,” tukas Edward.
- Diskusi Inspiratif Rabu Hijrah: “Sinergi Pentahelik Ekonomi Syariah Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”
- Pleno KNEKS 2024: Ekonomi Syariah Kekuatan Baru Menuju Indonesia Emas 2045
- CIMB Niaga Syariah Resmikan Pembukaan Syariah Digital Branch di Medan
- Adira Finance Syariah, Danamon Syariah & Zurich Syariah Gelar FPR2024 di Rangkasbitung
Menurutnya, perbedaan antara produk keuangan syariah dengan produk konvensional terletak pada proses screening. “Konsep di produk keuangan syariah ada screening harus sesuai syariah, tetapi kinerjanya harus bisa bersaing. Bertarunglah dengan produk konvensional,” cetusnya.
Ia menambahkan, hendaknya produk keuangan syariah pun tidak hanya dibandingkan dengan produk keuangan syariah serupa. “Kalau disamakan nanti tidak laku, karena nanti investor terpikir produk keuangan syariah itu terbatas. Jangan dibandingkan hanya dengan syariah agar alternatif investor lebih luas,” tandas Edward.