Market Share perbankan syariah kini telah mencapai 5,46 persen dari total industri perbankan nasional atau mencapai Rp 388,65 triliun
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida mengatakan, perbankan syariah sering dianggap sebagai pemimpin dalam industri jasa keuangan syariah. Hal ini dikarenakan bank syariah merupakan industri yang pertama lahir dan tumbuh dalam keuangan syariah Indonesia.
“Perbakan syariah juga merupakan industri yang langsung bersentuhan dengan sektor riil, sehingga diharapkan dapat menjadii lokomotif pembangunan ekonomi syariah dan ekonomi nasional,” kata Nurhaida dalam seminar Asbisindo bertajuk “Perbankan Syariah sebagai Lokomotif Ekonomi Syariah” di Jakarta, pekan lalu.
Menurutnya, untuk mewujudkan perannya sebagai penggerak ekonomi syariah, maka perbankan syariah harus dapat bersinergi dengan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah dan pasar modal syariah dalam rangka mengoptimalkan potensi ekonomi syariah Indonesia.
Nurhaida menjelaskan, industri keuangan syariah Indonesia terus mengalami perkembangan pesat. Selama tahun 2016, industri keuangan syariah nasional mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 29,84 persen,
“Perkembangan keuangan syariah memberikan konstribusi bagi pemenuhan kebutuhan keungan masyarakat dan juga bagi pembangunan ekonomi nasional. Hal ini ditunjukkan dengan semakin banyaknya produk dan layanan serta berkembangnya infrastruktur yang mendukung industri keuangan syariah,” paparnya.
Bahkan, lanjut dia, di pasar global, Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara yang memiliki indeks keuangan syariah terbesar di dunia. “Market share perbankan syariah kini telah mencapai 5,46 persen dari total industri perbankan nasional atau mencapai Rp 388,65 triliun,” ungkap Nurhaida.
Lebih lanjut disampaikan, berdasarkan data OJK, hingga Juli 2017, total aset pembiayaan yang diberikan (PYD) dan dana pihak ketiga (DPK) industri perbankan syariah (Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus menunjukkan peningkatan dengan nominal masing-masing sebesar Rp 388,65 Triliun, Rp 271,83 Triliun, dan Rp 312,91 Triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 23,79 persen, 19,99 persen, dan 26,34 persen (yoy).

