Perbankan syariah di Indonesia saat ini hanya mengambil pangsa pasar sebesar 5% dari keseluruhan industri perbankan nasional. Justru karena itulah, prospek industri ini masih sangat besar.
Demikian hal tersebut di atas diungkapkan Kepala Divisi Strategi dan Keuangan BNI Syariah – Wahyu Avianto saat memaparkan makalahnya di acara Seminar Nasional Ekonomi Syariah Universitas Az-Zahra di Kampus Universitas Az-Zahra, Jatinegara, Jakarta Timur, kemarin (3/4/2016).
“Karena masih baru 5%, justru sebenarnya sangat terbuka luas peluang untuk mengembangkan industri perbankan syariah ini di Indonesia. Namun untuk bisa besar, memang harus banyak upaya yang dilakukan oleh para pihak-pihak terkait, termasuk dukungan dari regulasi dan keberpihakan dari Pemerintah,” jelas Wahyu.
Menurut Wahyu, perbankan syariah hanya sanggup mengambil pangsa pasar industri perbankan sebanyak 5%, hal itu dikarenakan pertumbuhan industri perbankan syariah di tanah air yang lebih bersifat bottom up.
“Berbeda dengan industri perbankan syariah di Malaysiam yang didukung penuh oleh Pemerintahnya (top-down). Sehingga akselerasinya industri perbankan syariahnya mampu menguasai pasar sekitar 22%,” papar Wahyu lagi.
Menurut Wahyu, meskipun saat ini Indonesia lebih lambat dalam membangun industri perbankan syariah, namun Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaannya dengan Negara lain, lanjut Wahyu adalah, adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, jumlah penduduk yang besar, serta dominasi segmen ritel yang tidak menjadi pasar utama yang tidak dijumpai di negara lain.
“Dengan karakteristik seperti itu, maka industri perbankan syariah di Indonesia akan tumbuh lebih tinggi untuk ke depannya. Angka pertumbuhannya diprediksikan masih diatas 25% per tahunnya,” ungkap Wahyu.
Selain itu, dengan Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, dan masih rendahnya penetrasi perbankan syariah, tentunya menjadi peluang besar bagi pertumbuhan industri ini, demikian Wahyu Avianto, Kepala Divisi Strategi dan Keuangan BNI Syariah.