OJK telah mengeluarkan peraturan tentang Penerbitan dan Persyaratan EBA syariah tahun lalu.
Direktur Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fadilah Kartikasasi mengatakan, aturan mengenai sekuritisasi telah diatur oleh Peraturan Bapepam mengenai Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) sejak 1997. Saat ini sudah ada tujuh KIK-EBA konvensional yang terbit dengan nilai Rp 5,4 triliun dan satu Efek Beragun Aset-Surat Partisipasi senilai Rp 200 miliar.
Sementara, ketentuan mengenai Efek Beragun Aset (EBA) Syariah telah diatur sejak 2006 dalam Peraturan IX.A.13. OJK pun kemudian telah membuat peraturan tersendiri untuk EBA syariah dalam Peraturan OJK No 20/POJK.04.2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan EBA Syariah. Namun, hingga saat ini belum ada penerbitan EBA Syariah.
Fadilah memaparkan setidaknya ada lima tantangan pengembangan EBA Syariah. Pertama, regulasi terkait EBA syariah sudah memadai, namun sepertinya diperlukan insentif yang dapat mendorong pelaku pasar menerbitkan EBA syariah. Kedua, aset perbankan syariah secara individual juga relatif masih kecil.
Ketiga, masih kurangnya pemahaman manfaat EBA Syariah bagi Kreditur Asal/Originator dan Pemegang EBA Syariah. Keempat, belum adanya standarisasi dokumen kontrak. “Akibatnya beberapa bank syariah sulit melakukan pooling aset secara bersama yang akan digunakan sebagai underlying dalam penerbitan EBA syariah,” katanya dalam Seminar Nasional Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Kamis (3/3).
Tantangan kelima adalah Peraturan OJK tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank Syariah yang masih membatasi bank melakukan sekuritisasi. “Hanya bank yang masuk kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 3 dan 4 yang bisa melakukan sekuritisasi. Saat ini baru ada satu bank syariah yang masuk kategori BUKU 3,” pungkasnya.