(Kiri-Kanan): Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Agus Sugiarto, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Anggar B Nuraini meluncurkan e-Book Literasi Keuangan untuk SMA, Kamis (6/7).

Edukasi Keuangan Syariah Perlu Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat

Edukasi keuangan syariah perlu menyampaikan keunggulan yang dimilikinya.

Indeks literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia masih sangat rendah. Berdasar Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia 2016, indeks literasi keuangan syariah baru sebesar 8,11 persen, sedangkan indeks inklusinya 11,6 persen.

Untuk lebih meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun meluncurkan materi literasi keuangan bagi pelajar SMA berupa buku versi elektronik. Tak hanya itu, OJK juga membuat buku berisi pengetahuan praktis industri keuangan untuk kalangan profesional dan pensiunan.

Namun, kendati telah ada materi buku literasi keuangan, OJK menilai industri keuangan syariah masih menghadapi tantangan dalam melakukan edukasi kepada masyarakat. Salah satunya adalah edukasi yang masih sebatas pada pengenalan produk.

“Tantangan ini kembali pada faktor verbal karena kalau kita lihat materi keuangan syariah luar biasa. Masalahnya adalah bagaimana kepercayaan masyarakat ini dibeli kemudian diikuti dengan inklusi,” kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S Soetiono, Kamis petang (7/7).

Menurut Kusumaningtuti, pelaku keuangan syariah dapat melakukan edukasi dengan menyampaikan sejumlah keunggulan yang dimilikinya dibanding lembaga keuangan konvensional. “Hal seperti itu perlu disisipkan saat memberi edukasi sehingga inklusinya naik,” cetusnya.

Edukasi keuangan syariah pun perlu dilakukan bukan semata pada pengenalan produk. “Namun, meyakinkan bagaimana membandingkannya dengan keuangan konvensional, saat terjadi shock yang bagi hasil kok lebih sustain. Keuangan syariah juga lebih bertahan saat situasi kurang kondusif,” ujar Kusumaningtuti.

Menurut Kusumaningtuti, pelaku keuangan syariah pun bisa mencontoh edukasi yang terjadi di industri reksa dana. “Beda sekali dengan reksa dana, yang edukasi diberikan lalu inklusi terjadi dan itu peningkatannya pesat karena faktor di materinya confidence diperbanyak agar masyarakat tahu manfaatnya dalam jangka pendek dan menengah. Mungkin edukasi keuangan syariah perlu agak direformasi materinya,” jelasnya.