Uang elektronik syariah wajib terhindar dari transaksi ribawi, gharar, maysir, risywah, israf, dan transaksi haram.
Dewas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (SDN MUI) mengelar Rapat Pleno membahas tujuh fatwa, salah satunya fatwa tentang uang elektronik (e-money) syariah.
“Yang dibahas secara sempurna itu dua fatwa, yaitu fatwa uang elektronik syariah dan fatwa jual beli,” kata Ketua DSN MUI, KH Ma’ruf Amin kepada MySharing, ditemui usai rapat pleno di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Selasa (19/9).
Ketentuan terkait akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik adalah akad wadi’ah atau akad qardh.
Dalam hal akad yang digunakan adalah akad wadi’ah, maka berlaku ketentuan dan batasan akad wadi’ah. Yaitu, jumlah nominal elektronik bersifat titipan yang dapat diambil atau digunakan oleh pemegang kapan saja.
Jumlah elektronik yang dititipkan tidak boleh digunakan oleh penerima titipan (penerbit) kecuali atas izin pemegang kartu.
“Dalam hal jumlah nominal uang elektronik yang dititipkan digunakan oleh penerbit, maka akad titipan (wadi’ah) berubah menjadi akad pinjaman (qardh),” jelasnya.
Adapun ketentuan dan batasan uang elektronik, yaitu wajib terhindar dari transaksi yang ribawi, gharar, maysir, risywah, israf, dan transaksi dari objek yang haram atau maksiat.
Ketentuan khusus jumlah dominal uang elektronik yang ada pada penerbit harua ditempatkan kepada bank syariah. “Jika kartu yang digunakan sebagai media uang elektronik hilang maka jumlah nominal yang ada di penerbit tidak boleh hilang,” ujarnya.
Mengenai biaya-biaya layanan fasilitas harus disampaikan kepada pemegang kartu secara benar sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada kesempatan ini, Wakil Ketua DSN MUI Jaih Mubarak menambahkan, yang sudah dibahas selain fatwa uang elektronik syariah juga akad jual beli dan murabaha. Adapun karena keterbatasan waktu, maka pembahasan fatwa lainnya yang belum dibahas secara rinci diminta masukan tertulis pada rapat pleno sampai minggu depan untuk perbaikan-perbaikan.
“Tapi secara umum draf fatwa sudah disahkan seluruhnya, karena tadi sudah dibaca semua cuma belum dibahas secara detail satu persatu,” ujarnya.
Menurutnya, secara resminya fatwa ini nanti setelah ada perbaikan dan sebagainya akan diterbitkan berapa lamanya tergantung pada banyaknya masukan.
Fatwa uang elektronik syariah ini karena ada permintaan dari institusi meminta pedoman kepada DSN MUI. Untuk pembahasan dengan Bank Indonesia (BI) sudah setahun yang lalu.
Dengan adanya fatwa ini, kata dia, diharapkan ada pedoman bagi penyelenggara baik itu penerbit atau pihak terkait ketika akan penerbitkan produk syariah, ini bisa jadi rujukan. “Ini bagian dari regulasi yang bisa memayungi hal-hal yang berkaitan dengan kekuangan syariah dan industri,” pungkasnya.
