Di antaranya hedging syariah, repo syariah dan sertifikat perdagangan mudharabah antarbank.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjito mengatakan, setelah mengeluarkan Peraturan BI mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) syariah, bank sentral juga berencana mengeluarkan instrument terkait hedging (lindung nilai) syariah.
“Untuk instrument ini, nanti akan dibicarakan fatwanya dan produknya untuk melindungi dari flukstuasi rupiah,” ujar Perry dalam Silaknas Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) di Hotel Fairmont, Jakarta, Jumat akhir pekan lalu.
Menurutnya, ada beberapa instrument syariah yang akan dikembangkan, di antaranya repo syariah, sertifikasi perdagangan mudharabah antarbank, sertifikat perdagangan komoditas antarbank, dan NCD.
BI juga berencanan bekerjasama dengan lembaga amil zakat dan wakaf. Menurutnya, di antara model bisnis yang ada, BI interlink seperti di LazizMu di Al Azhar yang sudah menghubungkan sistem informasi mereka menjadi sistem informasi nasional.
BI pun berencana bekerjasama dengan lembaga amil zakat dan wakaf. “Di antara model bisnis yang ada, mau kami interlink-kan seperti di LazizMu di Al Azhar yang juga menghubungkan sistem informasi mereka menjadi sistem informasi nasional. Sedangkan wakaf, akan berupaya agar bisa menerbitkan sekuritas.
Dirinya menegaskan, bahwa untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah jangan hanya menggunakan produk berskema kredit. Tapi adalah bagaimana pengembangkan ekonomi untuk mengembangkan keuangan syariah berbasis pesantren atau berbasis persaudaraan saudagar Muslim.
Utamanya, kata Perry, sektor riil harus diperlua demi kembangkan keuangan syariah. ”Pasalnya, perbankan tidak bisa berkembang tanpa sektor riil sebagai pasar,” ujar Perry.
Selama ini, menurut Perry, Indonesia masih berperan sebagai pasar belum sebagai pelaku industri syariah. Padahal potensinya sangat besar, karena pada tahun 2016 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dengan sekitar 85 persen di antaranya merupakan Muslim. ”Indonesia paling banyak gunakan produk halal, namun belum sebagai player. Jadi kita harus jadi player untuk mengalahkan negara-negara lain,” ungkapnya.
Perry mengungkapkan, bahwa volume aktvitas bisnis halal pada 2015 sebesar 3,84 triliun dolar Amerika Serikat (AS). Diprediksi pada tahun 2021 meningkat dua kali lipat menjadi 6,38 triliun dollar AS. Jadi tegas dia, instrumen di global banyak, dan tidak sulit diadaptasi di Indonesia. Namun demikian tentunya sektor riil harus dikembangkan karena instrumen itu harus digunakan semaksimal mungkin sebagai upaya pengembangan keuangan syariah di Indonesia.

