Rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) perbankan syariah Indonesia tercatat sebesar 4,76 persen per Mei 2015.
Senior Vice President Head of Syariah Banking CIMB Niaga Firman A Moeis, menuturkan NPF gross UUS (unit usaha syariah) CIMB Niaga mencapai 4 persen, atau masih di bawah dari NPF industri yang sebesar 4,76 persen. “NPF masih manageable (dapat ditangani), kurang lebih angkanya 4 persen gross,” kata Firman, pekan lalu.
Hingga akhir tahun 2015 UUS CIMB Niaga menargetkan untuk menekan NPF gross hingga 2,8 persen. “Strateginya adalah penyelesaian terhadap NPF yang ada dan restrukturisasi. Relaksasi yang baru dari OJK juga membuat kami terbantu,” cetus Firman. Sampai akhir tahun ini UUS CIMB Niaga menargetkan pembiayaan mencapai Rp 9,5 triliun. Baca: Pembiayaan Syariah Harus Berikan Porsi Lebih Besar Kepada UMKM
Ia memaparkan sektor yang berkontribusi terhadap pembiayaan bermasalah bervariasi. UUS CIMB Niaga juga masuk ke sektor pertambangan batubara. Firman mengakui sektor batubara yang sedang ‘tiarap’ turut berdampak pada bisnis perbankan syariah yang masuk ke sektor tersebut. Baca: Ingin Beli Rumah? Yuk Pakai Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah iB Flexi
“Beberapa bank lainnya yang masuk ke pembiayaan batubara juga mengalami hal yang sama, tetapi kalau pembiayaan batubara di UUS CIMB Niagatidak terlampau besar, tidak sampai triliunan. Kalau tidak salah, di bawah Rp 70 miliar,” tukas Firman. Hingga Agustus 2015 UUS CIMB Niaga membukukan pembiayaan sebesar Rp 7,2 triliun.
Di sisi lain, lanjut Firman, pihaknya juga menyalurkan pembiayaan valas. Sebagai langkah mitigasi risiko, UUS CIMB Niaga menyalurkan pembiayaan valas dengan sumber dana valas. “Untuk lindung nilai (hedging) pembiayaan valas dilakukan nasabah sendiri. Yang penting bagi kami pembiayaan valas sumbernya harus valas juga,” jelas Firman.