Rasio pembiayaan bermasalah perbankan syariah cenderung berada di ambang batas level aman. Oleh karena itu, perbankan syariah kini pun menjadi lebih selektif.
Direktur Utama Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Margirizki Bahagia M Syamsul Huda, mengatakan rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) telah menjadi persoalan bersama bank syariah, baik di level nasional maupun di Yogyakarta. “NPF gross kami kurang lebih 6 persen, sedangkan NPF net masih dalam lingkup aman,” ujar Syamsul.
Pada akhir tahun ini, pihaknya pun akan berupaya menekan NPF gross dibawah level lima persen sesuai dengan ketentuan regulator. Targetnya NPF berada di antara 3,5-4 persen. “Kami akan melaksanakan restrukturisasi dan beberapa nasabah juga sudah menyerahkan agunan untuk dijual bersama,” jelas Syamsul. Baca: OJK Tinjau Ulang Produk Berskema Murabahah
Sementara, untuk pembiayaan baru pun akan diseleksi lebih ketat dan dilakukan agak lebih berhati-hati, walau tetap ekspansif. Untuk penyaluran pembiayaan, Syamsul menuturkan saat ini pihaknya lebih memilih nasabah yang memiliki agunan berbentuk tanah dan bangunan.
“Karena kalau agunan kendaraan, kan cepat turun nilainya. Walau semua pembiayaan ada risikonya, kalau pembiayaan diatas Rp 50 juta kami prioritaskan yang agunannya pakai sertifikat dalam rangka meminimalisir risiko pembiayaan bermasalah,” jelas dia. Baca: Mengenal Konsep Bagi Hasil di Bank Syariah
Hingga September 2015 BPRS Margirizki Bahagia telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 32,4 miliar, atau tumbuh sekira 12 persen dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 29,4 miliar. Sektor perdagangan mendominasi portofolio pembiayaan sekitar 60 persen, sedangkan sisanya di sektor jasa dan konsumtif.