Tak Sinkronnya Aturan Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Bermotor

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengeluhkan ketidakselarasan aturan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor antara dua lembaga yaitu BI dan OJK.

Penurunan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor syariah, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan industri keuangan syariah.
Penurunan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor syariah, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan industri keuangan syariah.

Pada Juni 2015 Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan pelonggaran kebijakan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor dalam waktu berdekatan, termasuk bagi pembiayaan kendaraan bermotor sesuai prinsip syariah. Namun, aturan tersebut dinilai tidak sinkron.

Sekretaris Jenderal APPI Efrizal Sinaga mengatakan, OJK memberi kelonggaran uang muka kendaraan bermotor hingga 15 persen. Bahkan, uang muka pembiayaan kendaraan bermotor untuk pembiayaan syariah hanya sebesar 10 persen (untuk perusahaan yang rasio pembiayaan bermasalahnya di bawah 5 persen). Namun, aturan BI mengizinkan perbankan melakukan pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan dengan uang muka minimal 20 persen. Baca: BI Longgarkan Uang Muka Pembiayaan Properti dan Kendaraan Bermotor

“OJK bilang 15 persen tapi BI menetapkan 20 persen, nah perusahaan pembiayaan kebanyakan kan joint financing, jadi kalau misalkan kita menetapkan 15 persen melalui joint financing dibukukan ke bank, nah di bank itu kan harus 20 persen karena kena peraturan BI. Sehingga perusahaan pembiayaan kalau mau pakai yang 15 persen berarti dia harus menggunakan dana sendiri. Sekarang perusahaan pembiayaan mana yang punya dana sendiri yang besar,” jelas Efrizal, dikutip dari Antara, Jumat (7/8).

Efrizal menuturkan, selama ini perusahaan pembiayaan umumnya melakukan joint financing atau bekerja sama dengan perbankan, bahkan porsi sumber pembiayaan dari joint financing mencapai 50 persen. Namun, dengan ketidakselarasan kebijakan itu, perusahaan pembiayaan pun mengambil opsi pinjaman dari luar negeri dan dalam negeri. Baca: OJK Turunkan Uang Muka Pembiayaan Kendaraan Syariah

“Memang terlihat pinjaman dari luar negeri itu naik, kedua obligasi juga naik karena tidak bisa memakai dari joint financing jadi kami memakai dana pinjaman dari luar negeri atau dari obligasi. Ini akan meningkatkan kebutuhan valuta asing di perusahaan pembiayaan,” ujar Efrizal. Ia pun mengharapkan, ke depannya BI dan OJK harmonis dalam mengeluarkan kebijakan karena antara perusahaan pembiayaan dan perbankan terdapat kerjasama pembiayaan.

Dalam Surat Edaran OJK Nomor 20/SEOJK.05/2015 tentang besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor untuk pembiayaan syariah, perusahaan pembiayaan yang memiliki rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) dibawah 5 persen memeroleh kelonggaran penetapan uang muka paling rendah 10-20 persen. Sedangkan, bagi yang punya NPF diatas 5 persen, uang muka ditetapkan paling rendah 15-25 persen. Sementara, dalam aturan BI uang muka kendaraan bermotor ditetapkan antara 20-25 persen.