Perbankan syariah dianjurkan tidak terlalu lama menyimpan dana di secondary reserve atau cadangan sekunder. Sebaiknya, dana nasabah lebih banyak disalurkan lagi ke masyarakat untuk membiayai sektor riil.
Menurut Bank Indonesia (BI), cadangan secondary merupakan asset bank yang ditanamkan pada surat-surat berharga jangka pendek yang mudah diperjual belikan. Seperti surat-surat berharga pemerintah (SBI) . Surat ini menghasilkan bunga dan dapat diperhitungkan sebagai cadangan pelengkap bank.
Jika permintaan kredit tidak terlalu banyak, dana yang dihimpun sering diinvestasikan dalam surat-surat berharga yang mudah dikonversikan menjadi uang tunai. Namun, cadangan ini tidak dicantumkan secara terpisah dalam POS neraca. Baca: Bank Syariah adalah Bank Investasi
Head of Internal Sharia Advisor Bank Syariah Mandiri (BSM) Saptono Budi Satryo, mengatakan aksi secondary reserve dikhawatirkan berkontribusi menciptakan bubble ekonomi. ”Kalau terlalu banyak di secondary reserve dan kurang kucuran pembiayaan di sektor riil dikhawatirkan muncul bubble. Tapi memang perbankan syariah mengoptimalkan sektor riil,” kata Saptono, di Jakarta, pekan lalu.
Menurutnya, ditengah gejolak ekonomi saat ini, perbankan syariah masih mengamati keadaan dan menyimpan likuiditasnya di secondary reserve, yakni di SBIS dan Fasbis. Tapi diharapkan dana tidak banyak diam disana. Regulator juga mendorong agar bank syariah banyak membiayai sektor riil.
Hal ini, lanjut dia, terlihat dari FDR perbankan syariah yang mencapai 96,52 persen per Juni 2015. “Angka ini masih lebih besar dari perbankan konvensional. Kondisi itu menunjukkan perbankan syariah masih pro usaha mikro kecil menengah (UMKM),” ujarnya. Baca: BPRS Majukan UMKM Melalui Linkage Program dengan Bank Syariah
Ia menyakini bahwa perbankan syariah yang pro UMKM akan tahan goncangan, karena dananya dari masyarakat dan untuk masyarakat. Pembiayaan perbankan syariah pun lebih banyak menggunakan rupiah karena dana pihak ketiga (DPK) valuta asing (valas) juga sedikit.
Dengan mengikuti sistem fiat money, kata dia, mata uang Indonesia jadi mudah terdepresiasi. Karena itu, butuh diimbangi dengan cadangan emas. Apalagi, tegasnya, pelarangan riba berlaku di semua agama, tidak hanya Islam. Karena Barat juga akhirnya melakukan autokritik terhadap kapitalisme yang mereka buat sendiri.
“Kekayaan dan pembangunan tergantung pada kegiatan ekonomi riil. Dengan begitu masyarakat juga yang akan menikmati adanya perbaikan pendapatan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup,” pungkasnya.