Untuk meningkatkan daya saing, perbankan syariah dituntut memiliki kemampuan adaptasi terhadap tren digitalisasi perbankan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 1 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mulya E Siregar mengatakan, perbaikan kualitas dan layanan perbankan syariah dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing.
“Salah satu faktor penting untuk meningkatkan daya saing bank syariah adalah kesetaraan penyediaan produk dan kualitas layanan yang dibutuhkan nasabah,” kata Mulya, pada seminar bertajuk “Digitalisasi dan Kesetaraan Perbankan Syariah,” di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan, Jumat pekan lalu. Baca: OJK Dukung Digitalisasi Perbankan Syariah.
Terkait hal tersebut, OJK akan mendukung industri keuangan syariah dalam mengembangkan sektor perbankan syariah untuk meningkatkan kualitas layanan pada nasabah. Mulya berharap perbankan syariah mengoptimalkan sumber daya exciting dan potensial termasuk riset and develompment, SDM dan teknologi informasi (IT).
Untuk secara berskala mengupdate perubahan referensi dan kebutuhan layanan konsumen dan selanjutnya melakukan kasdemisasi layanan sesuai dengan perubahan tersebut. Melalui proses ini, ia berharap ragam produk dan debitur layanan bank syariah meningkat secara signifikan dan memperoleh respon positif dari nasabah.
“Keberhasilan untuk setara dengan perbankan konvensional tidak lepas dari teknologi informasi yang dimiliki bank syariah dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan perusabahn bisnis perbankan, termasuk perubahan perilaku konsumen dan tren digitalisasi perbankan,” papar Mulya.
Menurutnya, dalam dunia perbankan modern, IT dituntut bukan lagi sebagai aktivitas pendukung dalam suatu aktivitas keuangan. “IT sudah harus terevolusi menjadi bisnis driven,” ujarnya.
Mulya menilai bahwa sistem IT yang baik telah terbukti mampu meningkatkan daya saing dan menguntungkan bagi bank dan nasabah. Nasabah diuntungkan dengan kemudahan operasional yang hampir tanpa batas, sedangkan perbankan terbukti menjadi daya tarik dalam akusisi nasabah dan mampu menekan operasional cost serta ngkan perbankan terubukti menjadi daya tarik dalam akusisi nasabah dan mampu menekan operasional cost.
Meski begitu, Mulya mengakui bahwa di sisi lain sistem IT juga mempunyai kelemahan. Karena bila satu bank mengalami masalah, pasti mengalami persoalan sistemik karena interkoneksi.
Lebih lanjut Mulya menyampaikan, perbankan syariah harus menghadapi tuntutan kebutuhan masyarakat setelah meledaknya pengguna internet, media sosial (sosmed) dan layanan pembayaran mobile. Apalagi, layanan tersebut dapat mendukung masyarakat untuk melakukan pembayaran tanpa uang tunai atau cashless society.
Data statistik, kata dia, menyebutkan pada awal 2014, pengguna internet di Indonesia telah mencapai sekitar 38,19 juta orang dengan penetrasi telepon seluler 112 persen atau 281, 46 juta unit. Ini lebih besar dari penetrasi global yang hanya 93 persen. “Ini artinya penetrasi internet adalah 15 persen dari total penduduk Indonesia,” kata Mulya.
Dengan penetrasi internet dan telepon seluler serta demofrafi Indonesia yang didominasi oleh penduduk usia muda dan middle class. Menurut Mulya, semakin nyata bagi kita bahwa digitalisasi harus menjadi perhatian penting dalam mengembangan perbankan syariah Indonesia. Sehingga ke depan berharap Asbisindo (Asosiasi Bank Syariah Indonesia) harus meningkatkan digitalisasi perbankan. Baca: Asbisindo:Perbankan Syariah akan Terus Tingkatkan Layanan.