Untuk mendorong pembangunan daerah, pemerintah daerah disarankan untuk menerbitkan surat utang negara berskema syariah (sukuk).
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menuturkan, sukuk perlu menjadi alternatif pendanaan belanja modal tidak hanya di pemerintah pusat, tapi juga di daerah.
“Sukuk itu tidak hanya untuk membiayai infrastuktur, tapi juga Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),” kata Perry, pada pembukaan Indonesia Sharia Economic Forum (ISEF) 2015 di, Surabaya, Selasa (27/10).
Ia menegaskan, kalau mau keuangan syariah berkembang, harus bekerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurutnya, pendekatannya pun tidak hanya bottom up, tapi juga top down.
Sementara itu, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Setdaprov Jawa Timur, Hadi Prasetyo, mengatakan, sudah ada aturan terkait sukuk daerah. Pendanaan dari sukuk itu bisa memacu pembangunan infrastuktur dan hasilnya akan sangat terasa.
Hadi menyatakan, untuk sukuk butuh proyek dasar penerbitan sukuk (underling project) yang jelas. Namun memang pemerintah daerah belum ahli membuat prospektus underlying project yang memungkinkan masyarakat terlibat di dalamnya.
”Dengan adanya underlying project, bagi hasilnya harus jelas. Kalau sama saja dengan deposito tidak diminati. Maka imbalnya harus progresif agar menarik,” kata Hadi.
Menurutnya, infrastuktur memang masih tergantung pada investor, sehingga imbal hasil hanya 16 persen dengan konsesi 25 tahun menjadi tidak setimpal. Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada 2010-2014, pertumbuhan sukuk korporasi ,3 persen dan sukuk negara 48,3 persen.