Bank syariah memeroleh untung dari aneka kegiatan bisnis yang dilakukannya, salah satunya adalah kredit atau pembiayaan.
Pada artikel sebelumnya, Sumber Dana Bank Syariah, pada seri #MengenalBankSyariah ini, kita sudah mengetahui, dari mana bank syariah memeroleh dana utamanya. Ada dua sumber yaitu modal dari pemegang saham dan simpanan dari nasabah.
Setelah menerima dana tersebut, bank syariah harus memutarnya ke sektor riil. Tidak untuk diendapkan terus menerus, sementara masyarakat ada yang membutuhkan dana untuk menjalankan usaha dagangnya misalnya.
Dalam murabahah, nasabah tidak meminjam uang kepada bank, melainkan membeli dengan cara menyicil, Click To TweetNah, kemana bank syariah memutar dana tersebut? Bisnis bank dapat bermacam, namun yang umum adalah kredit, yang dalam bahasa perbankan syariah disebut dengan pembiayaan. Dari buku Mengenal Bank Syariah terbitan Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (DPbS OJK), 2015, didapat penjelasan di bawah ini.
Secara garis besar, pembiayaan di bank syariah terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu debt financing dan equity financing. Debt financing misalnya, diterapkan pada pembiayaan dengan skema murabahah (jual beli diambah margin). Bank syariah membeli barang atau jasa lalu menjualnya kepada nasabah. Sekilas tampak seperti pembiayaan konvensional, meskipun alur dan prinsipnya berbeda. Dalam murabahah, nasabah tidak meminjam uang kepada bank, melainkan membeli dengan cara menyicil, yang mana barang atau jasanya sudah dapat digunakan oleh nasabah.
Sebelumnya, bank membeli barang atau jasa dari suplier, dalam hal bisnis pembiayaan rumah misalnya, adalah pengembang.
Margin pada pembiayaan #BankSyariah didasarkan pada jual belinya, bukan uang yang dipinjamkan Click To TweetMargin Jual Beli
Atas jual beli tersebut, bank syariah boleh mengambil untung berupa margin. Pengambilan margin didasarkan pada jual belinya, kita boleh mengambil untung sepadan atas barang yang kita beli dari suplier lalu kita jual kepada konsumen secara ritel. Pengambilan margin bukan didasarkan pada “karena nasabah pinjam uangnya bank”. Secara syariah, berutang diperbolehkan, jika terdesak tentunya dan tidak boleh ada kelebihan yang diambil dari utang tersebut, tanpa ada alasan yang membolehkannya.
Selain skema jual beli, bank syariah juga berperan sebagai investor bagi pemilik usaha. Biasanya skema yang dipakai adalah musyarakah dan mudharabah. Bank syariah, menanamkan dana pada suatu usaha nasabah. Misalnya, untuk modal kerja, menambah mesin pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas produksi pabrik tersebut.
Bagi Hasil
Pembagian keuntungan adalah profit and loss sharing, berubah nisbah bagi hasil, misalnya 40:60 (40 nasabah dan 60 bank syariah) . Jadi, kalau pabriknya menurun usahanya, bagian yang didapat bank syariah juga menurun. Jika pabriknya merugi, bank syariah ikut menanggung rugi sebesar porsi nisbahnya yang 60% itu.
Dari pembiayaan di kelompok equity financing tersebut, bank syariah mendapat bagi hasil. Sedangkan dari pembiayaan di kelompok debt financing, bank syariah memeroleh margin.
Ujrah
Pendapatan lainnya didapat oleh bank syariah dari ijarah (sewa), wakala (keagenan), hawalah (anjak piutang), dan kafalah (penjaminan). Bisnis yang dilakukan oleh bank syariah berdasarkan skema-skema ini masih masuk dalam kelompok equity financing dan bank syariah mendapat fee based income (FBI) atau ujrah, istilah syariahnya.