Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan enam peraturan baru terkait pasar modal syariah. Peraturan ini merupakan penyempurnaan atas peraturan sebelumnya.
Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal iB OJK, Sugianto, mengatakan, OJK juga melakukan penyempurnaan atas peraturan Bapepam LK IX.A.13 menjadi lima aturan tersendiri ditambah satu aturan ahli syariah pasar modal (ASPM) yang berlaku 10 November 2015.
“Keenam aturan tersebut mengatur penerapan prinsip syariah di pasar modal hingga ahli syariah pasar modal,” kata Sugianto, di Jakarta, Selasa (24/11).
Aturan pertama, POJK No.15/POJK.4/2015 tentang Penerapan Prinsip Syariah di Pasar Modal. Aturan ini, menurut Sugianto, akan memperkuat pengaturan terkait pihak-pihak yang melakukan kegiatan syariah di pasar modal, keberadaan pihak yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan prinsip-prinsip syariah, baik pada saat penerbitan maupun secara berkelanjutan. Selain itu, kewajiban pelaporan kepada OJK bagi pihak yang melakukan kegiatan syariah di pasar modal.
“Aturan ini untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal syariah, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar di pasar modal syariah,” paparnya.
Aturan kedua, POJK No. 17/POJK.4/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh emiten syariah atau perusahaan publik syariah. Aturan ini, menurut Sugianto, untuk mempertegas pengaturan perubahan kegiatan dari emiten nonsyariah menjadi emiten syariah, termasuk pengaturan mekanisme RUPS. Juga kewajiban adanya ASPM sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di emiten atau peruahaan public syariah untuk meningkatkan kepercayaan pasar.
Ketiga, POJK No.18/POJK.4/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Sukuk. Lewat aturan ini diharapkan akan ada penyederhanaan dokumen pendaftaran bagi emiten yang akan menerbitkan sukuk.
Sebelumnya, kata Sugianto, calon penerbit sukuk harus menyertakan laboran keuangan tiga tahun terakhir, namun dengan aturan baru ini cukup melampirkan laporan keuangan dua tahun terakhir.
Aturan keempat, POJK No. 19/POJK.4/2015 tentang Penerbitan Reksa Dana Syariah. Sugianto menyampaikan, pada aturan ini banyak kebijakan baru, seperti pemberian relaksasi batasan portofolio efek reksa dana syariah dari 10 persen menjadi 20 persen pada satu efek syariah. ”Ini mengingat produk syariah terbatas, sementara permintaan cukup banyak. Semoga menjadi solusi pilihan portofolio bagi manager investasi,” ujarnya.
Pengaturan jenis produk baru reksa dana syariah yaitu reksa dana syariah berbasis efek syariah luar negeri. Reksa dana syariah ini dapat berinvestasi 51-100 persen pada efek syariah yang diterbitkan pihak penerbit daftar efek syariah.
Menurut Sugianto, produk baru ini memberikan alternatif bagi pemodal untuk meningkatkan daya saing pasar modal syariah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Selain itu, lanjut dia, peraturan ini memberikan pengaturan penerbitan reksa dana syariah berbasis sukuk. Serta perubahaan kriteria pembubaran reksa dana syariah dengan menurunkan batas minimal dana kelolaan dari Rp 25 miliar menjadi hanya Rp 10 miliar. Peraturan ini, tegas dia, untuk memberikan fleksibilitas manager investasi dalam mengelola dana kelolaannya.
Aturan kelima, yaitu POJK No.20/POJK.4/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Beragun Aset Syariah yang menyempurnakan sekaligus memisahkan ketentuan regulasi terkait efek beragun aset syariah yang telah ada sebelumnya. Dan teakhir adalah POJK No. 16/POJK.4/2015 tentang Ahli Syariah Pasar Modal. ”Aturan ini diharapkan meningkatkan kepercayaan pasar dan masyarakat terhadap produk syariah di pasar modal,” pungkas Sugianto.