OJK Imbau Bank Syariah Tak Berlebihan Genjot Pembiayaan

Secara umum industri perbankan syariah memiliki pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dari perbankan konvensional. Di sisi lain penyaluran pembiayaan pun tetap harus dilakukan secara hati-hati.

geraibanksyariah600Direktur Penelitian, Pengembangan dan Pengaturan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dhani Gunawan Idat, mengatakan kalau pertumbuhan salah satu sektor pembiayaan sampai di atas 30 persen, perbankan syariah harus hati-hati. “Janganlah berlebihan, kalau sampai diatas 30 persen maka kami akan pantau day to day, karena itu bisa tak terkendali,” tukas Dhani.

Ia mengingatkan ketika pembiayaan KPR syariah melonjak beberapa tahun lalu. Secara umum pertumbuhan KPR syariah lebih tinggi dibanding pertumbuhan KPR konvensional. Pertumbuhan KPR syariah pada periode September-Oktober 2012 sempat melebihi 70 persen, sedangkan KPR konvensional tumbuh di kisaran 20 persen.

Pada periode sebelum dikeluarkannya kebijakan financing to value (FTV), lanjut Dhani, pertumbuhan KPR memang mengalami peningkatan jauh melebihi pertumbuhan total kredit perbankan. Pada Juni 2012 pertumbuhan KPR sebesar 42,7 persen, melebihi pertumbuhan total kreditnya yang sebesar 25,7 persen. Namun, sejak penerapan kebijakan FTV pertumbuhan KPR melambat dan mengalami penyesuaian sejalan dengan pertumbuhan total kredit.

Dhani mengungkapkan sejak pengetatan kebijakan uang muka, pertumbuhan KPR syariah memang terus menurun. Pada April 2014 KPR syariah hanya sebesar 29 persen. Angka tersebut masih lebih tinggi dari KPR konvensional yang tumbuh 20 persen. Namun, di sisi lain portofolio KPR syariah masih sangat kecil dibanding dengan KPR konvensional. Pada Desember 2014 pangsa pasar KPR syariah hanya sebesar 8,76 persen terhadap total KPR perbankan nasional.

Oleh karena itu, OJK mempertimbangkan untuk mengkaji ulang penerapan kebijakan pengetatan FTV di perbankan syariah karena pangsa pasar KPR syariah juga masih kecil dibanding total KPR perbankan nasional. “Ada diskusi bahwa kebijakan FTV terlalu mengekang, maka kami tinjau kembali karena memang malah bisnis perbankan syariah menurun,” ujar Dhani. Baca: OJK Nilai Pengetatan Uang Muka KPR Syariah Kini Tak Relevan

Kendati demikian, tambah Dhani, pihaknya pun akan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam meninjau ulang ketentuan FTV perbankan syariah. Langkah tersebut diperlukan agar kualitas pembiayaan tetap terkendali. “Dari argumen makroprudensial kalau (pertumbuhan salah satu sektor pembiayaan) lebih dari 30 persen itu harus benar-benar diawasi,” kata Dhani.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Keuangan Bank Muamalat Indonesia, Hendiarto, mengakui siklus pertumbuhan bank syariah dalam lima tahun terakhir terlalu cepat. Pihaknya sendiri saat ini sedang melakukan konsolidasi, termasuk di sektor pembiayaan. Namun, ia pun menyambut baik jika OJK memberikan kelonggaran kebijakan FTV bagi perbankan syariah. Baca: Relaksasi Uang Muka KPR Tingkatkan Daya Saing Bank Syariah

Menurut Hendiarto, hal tersebut menunjukkan adanya sedikit preferensi regulator untuk memberikan insentif bagi bank syariah. Di sisi lain, ia pun menekankan penyaluran pembiayaan akan tetap dilakukan secara hati-hati. “Bagi kami yang penting adalah melempar pembiayaan dengan cara yang prudent. Jangan sampai kelonggaran FTV akan menimbulkan potensi pembiayaan bermasalah, walau (kelonggaran FTV) itu merupakan salah satu faktor juga untuk meningkatkan daya saing,” jelas Hendiarto.

Hendiarto mengungkapkan sejak pengetatan kebijakan LTV, pembiayaan KPR Bank Muamalat menurun sekitar 20 persen. “Sekarang perekonomian kan sedang turun, penjualan otomotif juga turun 20 persen dan penjualan real estate dan properti juga anjlok jadi otomatis berpengaruh. Untuk KPR syariah Bank Muamalat saja turun 20 persen,” ujar Hendiarto.