Untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah Indonesia, diperlukan suplemen tidak hanya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tapi juga dari induknya dan dukungan pemerintah.
Kepala Bagian Departemen Perbankan Syariah OJK, Setiawan Budi Utomo mengaku bahwa faktor internal dan eksternal sangat mempergaruhi pertumbuhan perbankan syariah saat ini.
Menurutnya, di internal bank syariah memang diakui ada pelemahan ekonomi. Namun demikian, kata dia, pelemahan ini justru belum lama dibandingkan dengan bank konvensional. Sekali pun memang ada persaingan bank syariah dengan bank konvesional. Ini tidak lain adalah dampak pengaruh dari gejolak ekonomi dunia yang melejit.
“Di medan yang sama dengan rintangan yang sama, ya tentunya berbeda yang baru tumbuh itu. Perlu kita sadari dan pahami serta maklumi kondisi itu satu keniscayaan, ketika menurun bank konvensional ya bank syariah juga menurun,” kata Setiawan kepada MySharing, di Jakarta belum lama ini.
Ia menegaskan bahwa pertumbuhan bank syariah itu sebenarnya bisa diselamatkan, kalau diperkuat dengan sumber daya manusia (SDM). “Kalau orang balapan lari perlu dopping memang, karena dia beda. Suplemen itulah yang diperlukan bank syariah,” kata Setiawan.
Suplemen itu, tegas dia, jangan menunggu dari regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tapi harus dari induknya sebagai orangtuanya juga harus tahu bahwa anak syariahnya butuh asupan suplemen.
”Kan sebagian besar bank syariah dimiliki oleh bank konvensional besar seperti Bank Mandiri, BNI dan BRI. Mereka harus menyadari bahwa anak syariahnya perlu suplemen biar kuat dan mempertahankan pertumbuhannya minimal bertahan nggak turun,” ujarnya.
Terkait suplemen bagi bank syariah itu adalah faktor internal yang perlu dibenahi. Adapun faktor eksternalnya, menurut Setiawan, tentu yang terkait dengan regulator. Namun demikian, kata dia, regulator yang dimaksud bukan hanya OJK, adalah policy maker yaitu pemerintah dengan seutuhnya dalam pengertian bahwa banyak hal yang menghambat pertumbuhan perbankan syariah. Menurut Setiawan yang menghambat pertumbuhan itu antaranya regulasi-regulasi yang tidak kondusif.
Jadi industri perbankan syariah memerlukan kebijakan yang kondusif untuk pertumbuhannya. ”Fiskalnya yang berpihak tidak menyulitkan, syukur berpihak yang memberikan intensif fiskal policy. Juga peraturan pemerintah yang terkait penempatan dana-dana BUMN di bank syariah,” tukasnya.
Intensif pajak dan penempatan dana BUMN di negeri Jiran Malaysia diberlakukan pada bank syariah. Pemerintah Malaysia sangat mendukung perkembangan industri perbankan syariah. ”Bagaimana mungkin kita disuruh bersaing dengan negara Jiran, kebijakan dan regulasinya sangat mendukung. Sementara ini di Indonesia dukungannya dari bawah, politic will pemerintah masih ragu,” pungkas Setiawan.