Industri perbankan syariah mencatat tingkat pembiayaan bermasalah (non performing financial/NPF) sebesar 4,6 persen pada kuartal II- 2015. Peningkatan NPF ini disebabkan oleh banyak faktor.
Government Relations Head Bank Mega Syariah Misbahul Ulum mengatakan, NPF perbankan syariah periode II 2015 ini memang meningkat di kisaran 4,6 persen. Angka itu diatas kredit bermasalah (NPF) perbankan konvensional di level 2,46 persen pada periode yang sama. ”NPF tinggi, bukan saja pengaruh gejolak ekonomi Indonesia dan dunia, tapi banyak faktor penyebabnya,” kata Misbahul kepada MySharing, di Jakarta belum lama ini.
Menurutnya, peningkatan kredit macet bisa karena under control costumer atau di luar kontrol nasabah. Sehingga pertumbuhan perbankan syariah yang masih kecil, jika ada satu nasabah yang jatuh akan mempengaruhi secara keseluruhan.
Kalau aset turun, lanjut dia, pembagiannya akan lebih besar dan menyebabkan NPF meningkat. Sehingga menyebabkan bank tidak bisa ekspansi pembiayaan dalam kondisi pelemahan ekonomi seperti ini. “Saat pembiayaan tidak tumbuh, NPF akan naik dan jika aset perbankan syariah tidak turun mungkin NPF tidak akan meningkat,” kata Misbahul kepada MySharing, di Jakarta, pekan lalu.
- Diskusi Inspiratif Rabu Hijrah: “Sinergi Pentahelik Ekonomi Syariah Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”
- CIMB Niaga Syariah Resmikan Pembukaan Syariah Digital Branch di Medan
- Bank Muamalat Resmi Ditunjuk Sebagai Bank Kustodian Syariah
- BSI Perkuat dan Permudah Akses Bagi Masyarakat, Tambah Jaringan ATM dan CRM
Selain itu, tegas dia, biaya dana (cost of fund) relatif tinggi disebabkan tidak banyaknya dana murah di portofolio bank syariah. Di bank syariah tidak ada dana murah, lebih banyak dana mahal seperti deposito. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi perbankan syariah untuk mencari cara penyiapan dana murah dan diharapkan ada keperpihakan pemerintah.
Menurutnya, kalau pemerintah mendukung maka promosi bank syariah itu sangat mudah. Seperti halnya pernah terjadi yaitu pemerintah menetapkan DP motor, rumah dan lainnya di bank konvensional naik 30 persen, perbankan syariah masih boleh 10 persen. “Pembiayaan syariah langsung naik, banyak mitra join financing beralih ke perbankan syariah. Sehingga nggak usah promosi lagi, ekonomi syariah akan bangkit sendiri tanpa campur tangan terlalu dalam,” tukasnya.
Perbankan syariah, kata dia, masih belum merasakan keberpihakan pemerintah baik dari sisi funding maupun leanding. Pemerintah harusnya membuat peraturan dana APBN disimpan di bank syariah sekian persen. Seperti yang dilakukan Malaysia memberi intenisif pajak dan pengelolaan dana APBN oleh bank syariah Sehingga ekonomi syariah di sana tumbuh pesat. ”Ya alhamdulilah dana haji masih ada keharusan dikelola bank syariah, tapi dana APBN masih belum,” ujarnya.
Jika pemerintah tidak membuat kebijakan dana APBN disimpan di bank syariah, maka selamanya hanya ada dana mahal. Sehingga kalau pembiayaan mahal, otomatis yang berani mengambil risiko adalah para pengusaha yang ketika ngajuin kredit di bank konvensional ditolak. Maka, mereka mencari ke bank syariah yang pembiayaanya mahal. Tapi ketika bisnisnya goyah maka akan berpengaruh terhadap bank syariah.
Faktor lainnya lagi adalah adalah ketersediaan infrastruktur dan networking (jaringan) perbankan syariah belum menjangkau sampai ke pelosok. Selain itu, dari sisi kompleksitas produk, mayoritas nasabah berminat pada prosedur yang tidak banyak dokomen.
Contohnya, nasabah yang datang karena tertarik sistem bagi hasil yang tinggi. Tapi nasabah tersebut terbiasa dengan konsep bank konvensional. Sedangkan di bank syariah, nasabah harus setiap bulan membuat laporan kepada bank sebagai pertimbangan dalam konsep bagi hasil. ” Jadi NPF tinggi banyak faktor penyebab bukan hanya gejolak ekonomi,”imbuhnya.