Memahami Gadai di Bank Syariah

Saat membutuhkan dana mendesak, gadai emas dapat menjadi salah satu alternatif solusinya.

DACING-EMASBerbeda dengan perbankan konvensional, perbankan syariah lebih memiliki fleksibilitas dalam produk dan layanannya. Salah satu keunikan yang dimiliki bank syariah adalah gadai syariah. Jadi, nasabah tak harus pergi ke pegadaian saat ingin menggadaikan emasnya.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah memperbolehkan gadai emas berdasar prinsip Rahn, yaitu bentuk jasa pelayanan pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang. Sesuai dengan fatwa DSN MUI tentang Rahn Emas, biaya penyimpanan barang pun dilakukan berdasar akad ijarah. Baca: Gadai Emas: Untuk Investasi atau Kebutuhan Mendesak?

Fatwa tentang Rahn ini berdasar pada dalil Al Quran surat Al Baqarah ayat 283 yang berbunyi: “Dan apabila kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang juru tulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang….”. Serta hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘A’isyah r.a yang berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w pernah membeli  makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”.

Dalam prinsip gadai, bank sebagai penerima barang mempunyai hak untuk menahan barang sampai semua utang nasabah dilunasi. Dalam masa itu nasabah akan dikenakan biaya pemeliharaan. Saat jatuh tempo nasabah pun bisa memilih apakah ingin melunasi pinjaman gadai atau memperpanjang masa penitipan. Baca Juga: Mengenal Akad Kepemilikan Emas

Bila nasabah tidak dapat melunasi hutangnya, bank akan melelang emas milik nasabah. Pembagian hasil penjualan sama dengan saat terjadinya wanprestasi ketika menjadi nasabah. Hasil penjualan emas akan digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan biaya penjualan. Kelebihan maupun kekurangan penjualan akan menjadi milik nasabah.