Setiap bank syariah memiliki kondisi likuiditas yang berbeda-beda. Salah satu alternatif untuk menjembatani kebutuhan likuiditas adalah melalui repo syariah.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) pun telah mengeluarkan Fatwa No 94 Tahun 2014 tentang Repo Surat Berharga Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada prinsipnya transaksi repo surat berharga syariah adalah transaksi penjualan surat berharga syariah oleh suatu lembaga keuangan syariah kepada lembaga keuangan syariah lain atau kepada lembaga konvensional dan sebaliknya dengan janji pembelian kembali oleh penjual pada masa yang akan datang.
Transaksi Repo Surat Berharga Syariah berdasarkan Prinsip Syariah dibolehkan dengan mengikuti ketentuan bahwa transaksi dilakukan dengan akad al-bai’ ma’aal-wa’d bi al-syira. Akad Jual beli atas Surat Berharga Syariah harus dilakukan dengan akad jual beli yang sesungguhnya (al-bai’ al-haqiqi) yang antara lain ditandai dengan berpindahnya kepemilikan Surat Berharga Syariah yang diperjualbelikan berikut segala hak dan akibat hukum lain yang melekat padanya.
Penjual Surat Berharga Syariah pun berjanji untuk membeli kembali instrumen tersebut pada masa yang akan datang, dan Pembeli juga berjanji untuk menjual kembali Surat Berharga Syariah tersebut pada masa yang akan datang (saling berjanji/muwa’adah). Jual-beli Surat Berharga Syariah yang dilakukan lembaga keuangan pun harus menggunakan/mengacu pada harga pasar atau harga yang disepakati. Baca: Bank Syariah Perlu Sinkronisasi Regulasi
Dalam repo Surat Berharga Syariah ini lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional diperbolehkan menjadi penjual dan/atau pembeli repo Surat Berharga Syariah. Lembaga keuangan konvensional yang melakukan jual-beli surat berharga syariah pun harus tunduk dan patuh pada ketentuan yang terdapat dalam fatwa. Jika janji tidak dipenuhi, maka pihak yang mengingkari janji dapat dikenakan sanksi.
Pada Juli lalu, Bank Indonesia (BI) dan 18 bank syariah menandatangani nota kesepahaman fasilitas Mini Master Repo Agreement (MRA). Penggunaan instrumen repo ini dinilai menjadi salah satu solusi menangani masalah likuiditas perbankan syariah. Baca: 10 Alasan Perlunya Memahami Hybrid Contract Keuangan Syariah: (Bagian 1)