Bagaimana proses perdagangan Efek Syariah yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? Yuk, simak ketentuan fatwa dari DSN MUI mengenai mekanisme perdagangan Efek Syariah!
Pada 2011 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan Fatwa DSN MUI yang mendasari perdagangan saham syariah secara syariah.
Fatwa tersebut adalah Fatwa Nomor 80 Tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Di dalamnya ada lima ketentuan mekanisme perdagangan Efek Syariah, yaitu :
- Perdagangan Efek di Pasar Reguler Bursa Efek menggunakan akad jual beli (bai’)
- Akad jual beli dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual. Baca: Jual Beli dengan Akad Murabahah, Tidak Sulit
- Pembeli boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan diatas, walaupun penyelesaian administrasi transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari, berdasarkan prinsip qabdh hukmi (penguasaan komoditi oleh pembeli secara dokumen kepemilikan komoditi yang dibelinya baik dalam bentuk catatan elektronik maupun non-elektronik).
- Efek yang dapat dijadikan obyek perdagangan hanya Efek Bersifat Ekuitas Sesuai Prinsip Syariah. Baca: Ini Rambu Larangan dalam Perdagangan Efek Syariah
- Harga dalam jual beli tersebut dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan (bai’ almusawamah).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun secara periodik telah mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) yang memuat saham-saham yang sesuai dengan ketentuan syariah.
Hingga Juni 2015 ada 334 saham yang masuk dalam kategori sebagai saham syariah di Indonesia. Nilai kapitalisasi pasar yang tergabung dalam Indeks Saham Syariah Indonesia tercatat sebesar Rp 2.871,9 triliun. Sedangkan, total nilai kapitalisasi pasar 30 saham syariah teratas yang terdapat di Jakarta Islamic Index sebesar Rp 1.901,6 triliun.