Regulasi BI yang terbaru mengenai uang muka pembiayaan properti kian melonggarkan penyaluran pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah. Ada beberapa keunggulan dari akad ini. Apa saja?
Akad musyarakah mutanaqisah belum banyak dikenal masyarakat awam ditengah maraknya penggunaan akad murabahah (jual beli). Padahal, ada beberapa keunggulan yang melekat di akad musyarakah mutanaqisah (akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang, dimana salah satu pihak kemudian membeli bagian pihak lainnya secara bertahap).
Pakar ekonomi syariah dan trainer Iqtishod Consulting, Agustianto mengatakan musyarakah mutanaqisah dapat dimanfaatkan oleh perbankan syariah untuk bersaing dalam hal pricing, mengingat ujrah bisa ditinjau setiap saat. Peninjauan itu pun berdasar kesepakatan dengan nasabah. Nasabah juga harus diberitahu bahwa perubahan pricing itu dilakukan tidak semena-mena tapi didasarkan oleh cost of fund dan kondisi ekonomi makro. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besaran nilai ujrah, seperti harga pasar rumah, suku bunga, biaya operasional, dan kondisi makroekonomi. Baca: Mengenal Akad Musyarakah Mutanaqisah
Di sisi lain, Agustianto menjelaskan akad musyarakah mutanaqisah juga dapat digunakan untuk pembiayaan takeover dan top up hingga pembiayaan indent rumah. Untuk pembiayaan takeover porsi bank atas aset adalah sebesar outstanding pembiayaan. Nasabah juga memungkinkan untuk melakukan top up. “Misalnya bank syariah mengeluarkan dana dengan akad musyarakah mutanaqisah Rp 420 juta dan ingin tambah pinjaman Rp 100 juta. Nah kalau mau itu kita beri nasabah sebesar Rp 520 juta, jadi Rp 420 juta dimasukkan ke bank sebelumnya untuk takeover dan Rp 100 juta untuk nasabah, jadi bisa takeover dan topup dengan akad musyarakah mutanaqisah,” paparnya.
Sementara, lanjutnya, pembiayaan musyarakah mutanaqisah property indent bisa juga menggunakan ijarah maushufah bizzimmah. “Pada Jual Beli Salam terjadi Bay’ ‘Ain, Sedangkan pada IMFZ terjadi Bay’ Manfa’ah (Jasa). Harga dibayarkan lebih dahulu, sementara manfaat barang belakangan. Sebagaimana halnya pada jual beli salam, harga (uang) dibayarkan lebih dulu, sedangkan barangnya ditangguhkan dan menjadi hutang (zimmah) pihak penjual,” imbuh Agustianto.
Sementara, lanjutnya, kendati akta dan sertifikat kepemilikan tanah atas nama nasabah, surat-surat tersebut tetap dipegang oleh bank sampai pengambilalihan kepemilikan aset sempurna kepada nasabah. Dengan begitu, bank bisa menarik aset dengan menjualnya sesuai kesepakatan dan membagi hasil penjualan sesuai porsi kepemilikan jika pembiayaan benar-benar macet. Jika pembiayaan bermasalah, bank sebelumnya bisa merestrukturisasi pembiayaan tersebut.
Sementara, jika nasabah mempercepat pelunasan pembiayaan, maka nasabah membayar pinjaman pokok dan biaya administrasi. Agustianto menerangkan pengenaan biaya administrasi itu ditetapkan karena bank sudah kehilangan potensi keuntungan di masa depan. Baca: BI Longgarkan Uang Muka Pembiayaan Properti dan Kendaraan Bermotor
Di sisi lain, dalam regulasi Bank Indonesia yang dikeluarkan awal pekan ini pembiayaan musyarakah mutanaqisah kembali memperoleh keleluasaan lebih dibanding akad murabahah. Untuk pembiayaan properti berakad musyarakah mutanaqisah, nasabah yang membeli rumah pertama (tipe >70) dapat menyiapkan uang muka hanya sebesar 15 persen. Sedangkan untuk pembiayaan berakad murabahah, nasabah setidaknya harus menyediakan uang muka 20 persen.