Isu yang muncul mulai dari ketergantungan yang tinggi terhadap bank syariah sampai rendahnya literasi keuangan.
Pada periode 2010-2014, industri keuangan non bank (IKNB) syariah mencatat rerata pertumbuhan sebesar 20 persen per tahun. Namun, masih terdapat sejumlah isu strategis yang menjadi catatan bagi perkembangan industri asuransi syariah. Direktur Industri Keuangan Non Bank Syariah Otoritas Jasa Keuangan Moch Muchlasin memaparkan, setidaknya ada empat isu strategis di industri tersebut.
“Isu pertama adalah tingginya tingkat ketergantungan bisnis di antara IKNB dan sektor keuangan syariah lainnya. Kami mencatat sekira 60 persen distribusi asuransi syariah lewat perbankan syariah,” katanya dalam Media Workshop Menakar Prospek Asuransi Jiwa Syariah di Tengah Dinamika Ekonomi, Selasa (8/11).
Di sisi lain, pada penempatan investasi pun sekira 60 persen ditempatkan pada produk pasar modal syariah, sedangkan 38 persen diinvestasikan di produk perbankan syariah. Menurut dia, hal ini menandakan inovasi produk asuransi syariah masih kurang. “80 persen produk asuransi syariah adalah produk unitlink, selebihnya berupa asuransi pembiayaan,” ungkap Muchlasin.
Isu kedua di asuransi syariah adalah terkait penyebaran kantor cabang. Muchlasin mengutarakan, industri asuransi syariah tahun ini memiliki jaringan sekitar 1500 kantor cabang. “Yang menjadi masalah sebagian besar ada di Jawa sebanyak 824 unit, 338 unit di Sumatera, 126 unit di Kalimantan, Maluku dan Papua 25 kantor cabang dan sisanya sekitar 80-an cabang. Jadi kehadiran fisik outlet dan agen masih kurang. Lebih dari 50 persen ada di Jawa dan 22 persen di Sumatera, jadi 79 persen ada di wilayah barat Indonesia,” jelasnya.
Selain hal diatas, isu ketiga pada asuransi syariah adalah mengenai kesenjangan bisnis yang cukup besar antara pelaku industri. Ia mengungkapkan, di industri asuransi jiwa syariah ada empat dari 21 perusahaan yang menguasai pasar sebesar 80 persen, yaitu AXA Mandiri, Prudential, Manulife dan Allianz. Di asuransi umum syariah ada sembilan dari 29 perusahaan yang menguasai pasar. “Jadi kalau mereka bergejolak saja, itu langsung berdampak ke industri,” tukas Muchlasin.
Sementara, isu keempat di industri asuransi syariah adalah terkait literasi masyarakat mengenai asuransi syariah yang masih rendah. “Untuk asuransi pemahaman masyarakat hanya 6,9 persen. Dari sisi minat atau tidaknya ada 17,7 persen yang berminat, dan 22 persen untuk yang sudah punya produk asuransi,” pungkasnya.
Pemahaman masyarakat akan asuransi hanya 6,9% Click To Tweet